JAKARTA (14/10-2020)
Kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) di Pemkab Kutim yang dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (2/7) lalu, semakin terbuka lebar mengarah ke kerugian negara meski saat ini baru pada gratifikasi.
Dalam keterangan anak buah Roma Malau, Rabu (14/10) di Pengadilan Tipikor Samarinda, paket proyek yang ada di Dinas Pendidikan (Diknas) semuanya dikerjakan DA. “Paket pekerjaannya ada 421 paket, semua dikerjakan DA,” terang Abhie Erfil Habibi ketika memberikan keterangan.
Dihadapan Majelis Hakim PN Tipikor Samarinda yang terdiri Agung Sulistiyono – Wakil Ketua PN Samarinda sebagai ketua majelis dengan anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodi, pria yang berstatus pegawai TK2D ini, menyebutkan semua proyek ia mengejerkan termasuk menyusun RAK, HPS dan membuat kontrak.
Yang menarik, ternyata dari ratusan paket yang ada, tidak satupun perusahaan milik DA. “Semua beda-beda, namun yang membawa daftar paket itu DA jadi kami berasumsi paket yang ada memang milik DA,” ujar pria yang akrab disapa Abi.
Dicerca dengan pertanyaan proses paket proyek yang bernilai Rp45 M yang kesemuanya oleh DA, dijelaskan Habibi tidak ada satupun yang ditanda-tangani DA. “Semua paket penunjukan langsung yang nilainya bervariasi antara Rp120 juta hingga Rp180 juta,” beber pria yang akrab disapa Abi dikalangan Pegawai Diknas Kutim.
Disinggung peran PPK yakni Mundzir dan Supratman, disebutkan tidak banyak kecuali menandatangani kontrak dan dokumen yang ia serahkan. Ini dibenarkan Mundzir dan Supratman yang di lingkungan Diknas Kutim, merupakan pejabat sehingga diangkat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). “Semua proses proyek diserahkan kepada Habibi, mulai memeriksa berkas, membuat HPS serta kontrak,” sebut Supratman yang menjabat Kabid Pendidikan Dasar di Diknas Kutim.
Terkait fee proyek, Abi mengakui pada tahun 2019 ia memintakan kepada sejumlah rekanan untuk membantu Mundzir yang sedang membutuhkan uang. Dari pembicaraan dengan kontraktor, Mundzir mendapat Rp50 juta. “Biasanya diminta 2,5 persen dari propit,” sebut Habibi yang sebelumnya bertugas di Dinas PU Kutim.
Ditanya dari 421 paket proyek dikelolanya, Abi menyebutkan tersebar namun baru 88 paket yang sempat dibayar BPKAD, selebihnya terhenti pembayaran.
Sementara Mundzir menerangkan pada tahun 2020 ia kebagian 200 paket PL, namun 100 paket sudah ditanda-tangani kontraknya. “Belum ada pembayaran,” terang Mundzir ketika ditanya soal paket pekerjaan yang sudah selesai dan proses pembayaran.
Disinggung ia menerima Rp50 juta dari rekanan, Mundzir membenarkan dan uang tersebut ia simpan di bank. “Jadi benar, bukti setoran sebesar Rp50 juta itu,” tanya JPU KPK seraya memperlihatkan bukti setoran kepada Mundzir.(SK7/SK8/SK15)