SANGATTA (19/7-2020)
Ahad tanggal 19 Juli 2019 merupakan hari terakhir Bupati Kutim non aktif is, bersama istrinya, EUF, Kadis PU AET, Kepala Bappenda – Mus, dan Kepala BPKAD – Sur berikut AD dan AM menjalani karantina Covid. Usai menjalani karantina, para tersangka kasus gratifikasi barang dan jasa Pemkab Kutim ini bisa menerima tamu namun hanya keluarga dekat dan pengacara.
Keterangan yang dihimpun Suara Kutim.com dari berbagai sumber, menyebutkan selama ini KPK belum mengijinkan pejabat Pemkab Kutim ini dijumpai kecuali hanya menerima pakaian dan kebutuhan lain selama dalam masa tahanan serta karantina. “Mereka sempat diberi kesempatan menghubungi keluarga sebelum ditahan, setelah itu menjalani masa karantina sekaligus tahanan 20 hari,” terang sumber media ini di Jakarta.
Terkait mulai kapan Is, EUF, Mus, Sur, AET, AM dan DA diperiksa, sumber tadi tidak menyebutkan namun hanya memberi isyarat secepatnya. Namun, sumber lain mengakui antara tersangka nantinya saling memberikan keterangan sebagai saksi sesuai dengan peran masing-masing seperti dijelaskan KPK saat jumpa pers. “Mereka saling memberikan keterangan, selain itu akan ditambah keterangan lain yang diperoleh KPK saat melakukan penggeledahan di Kutai Timur,” bebernya.
Seperti diberitakan, setelah menjalani serangkaian pemeriksaan di Jakarta dan Samarinda, akhirnya sebanyak 16 orang oknum pejabat serta masyarakat yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi di Kutim, kembali menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK di Jakarta.
Dari pendalaman yang dilakukan KPK, akhirnya Jumat (3/7) KPK menetapkan sebagai tersangka yakni Is- Bupati Kutim, EUF – Ketua DPRD Kutim, Mus – Kepala Bapenda Kutim, Sur – Kepala BPKAD Kutim, Aw – Kepala Dinas PU, kemudian AM dan DA – kontraktor.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pongolango menerangkan ke 7 tersangka mempunyai peran masing-masing sehingga tercipta kerjasama terhadap sejumlah proyek yang dikerjakan AM dan DA. “Proyek yang dikerjakan bernilai miliaran rupiah dan tersebar di Kutim diantaranya pembangunan embung di Maloy, penyempurnaan lampu penerangan di Jalan APT Pranoto Sangatta, ruang tahanan Polres Kutim,” beber Nawawi.
Dengan latar belakang Is, EUF, Mus, Sur, AET secara rinci disebutkan peran masing-masing tersangka yakni Is sebagai penentu kebijakan karena berstatus bupati, sementara EUF sebagai Ketua DPRD Kutim berperan mengamankan anggaran di DPRD yang diusulkan Dinas PU agar tidak terkena pemangkasan selain menentukan dalam pemenangan tender.
Sementara Mus, lanjut Nawawi selain ikut menentukan pemenang tender juga menerima dan membiayai sejumlah aktifitas Is, UEF, Sur, Mus dan AET. “Tersangka Sur sebagai Kepala BPKAD berperan mengatur dan menerima setoran masing-masing sebesar sepuluh persen setiap pembayaran proyek,” beber Nawawi seraya menambahkan AET sebagai Kadis PU mengatur kontraktor yang terlibat.
Terhadap pejabat dan kontraktor di Kutim ini yang sudah menyandang status tersangka karena diduga melanggar UU Tipikor ini, KPK juga mengamankan uang sebesar Rp170 juta, buku tabungan dan deposito dengan saldo Rp6 M.
Kasus gratifikasi atau suap menyuap ini, ujar Nawawi, terkait proyek di Kutim tahun 2020 yang dilaporkan masyarakat sehingga dilakukan penyelidikan hingga dilakukan penangkapan di Jakarta dan Samarinda serta Sangatta.(SK2/SK3/SK5/SK15)