Sangatta (13/3-2019)
Ketergantungan Kutai Timur dengan dana bagi hasil di APBD, terutama dari royalti batu bara dan bagi hasil migas, mestinya dikurangi, dengan meningkatkan Pendapatan Asli daerah (PAD). Namun, meskipun telah banyak Perda yang diharapkan akan digunakan untuk meningkatkan PAD, namun itu juga belum memberikan dampak PAD yang signifikan. Hal ini karena potensi lain seperti pariwisata, belum dimanfaatkan pemerintah, untuk meningkatkan PAD. Demikian dikatakan anggota DPRD Kutim, Herlang.
“Kita masih sangat tergantung bagi hasil karena kita belum bisa naikkan PAD kita, dari sektor lainnya seperti pariwisata,” katanya.
Untuk itu, Herlang mengatakan, sudah saatnya pemerintah menggarap potensi pariwisata yang ada di Kutim. “Sebab pariwisata ini tidak kenal krisis. Beda dengan daerah yang mengandalkan bagi hasil. Saat harga komoditas turun, maka yang terjadi krisis atau defisit, seperti dialami Kutim, sementara daerah dengan PAD besar, tidak kenal krisis,” katanya.
Dicontohkan, saat ini banyak daerah di Indonesia, yang tidak punya potensi sumber daya alam yang bisa dijual seperti minyak atau batu bara, namun tetap eksis dan tidak pernah terdampak defisit. Sebab mereka mengandalkan pariwisata, sebagai sumber PAD.
“Ini sangat beda dengan Kutai Timur. Saat bagi hasil ditahan di pusat, maka kita defisit. Kalau harga batubara turun, defisit. Padahal, kalau PAD Kutim ini bisa naik, maka bagi hasil dari pemerintah itu, tidak akan mengganggu keuangan Pemkab Kutim sehingga tidak perlu ada defisit,” katanya.
Untuk itu, Herlang berharap, ke depan pemerintah bisa menggalakkan potensi wisata Kutim ini, untuk meningkatkan PAD. “Potensi pariwisata kita ini banyak, selain ada Teluk Perancis, juga ada pantai Sekrat, ada potensi wisata budaya di Wahau dan berbagai potensi lainnya. Semuanya, kalau dikelola dengan baik, akan memberikan pemasukan yang besar bagi PAD Kutim,” ujar Herlang.