Sangatta (21/4-2020)
Sebagai wujud kepedulian terhadap para pemuka agama dan rohaniawan, terutama Imam dan petugas Doja Masjid atau Musholla, Pendeta dan Bikhsu, Pemerintah Kutai Timur (Kutim) akan memberikan bantuan sosial guna meringankan beban ekonomi para pemuka agama dan rohaniawan di Kutim tersebut, selama menghadapi pandemi wabah virus Corona atau Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
“Selama mewabah COVID-19 di Kutim, pemerintah sudah memutuskan untuk sementara melarang pelaksanaan aktivitas peribadahan secara berjamaah di rumah-rumah ibadah. Baik itu sholat berjamaah wajib lima waktu dan sholat jum’at di Masjid dan Musholla, juga pelaksanaan peribadatan di Gereja, Pura ataupun Wihara. Karenanya, Pemkab Kutim berinisiatif untuk memberikan bantuan berupa paket sembako dan uang tali asih kepada para Imam, Doja, Bikhsu serta Pendeta seKutim,” ujar Ismunandar, Selasa (21/4/2020).
Lanjutnya, memang diakui sebagian dari pemuka agama dan rohaniawan tersebut berpenghasilan dari kedermawanan jamaah. Seperti Imam dan Doja Masjid atau Musholla, selain memimpin ibadah atau sholat lima waktu, juga biasanya setiap hari mengajar mengaji atau rutin memberikan kajian-kajian agama kepada jamaah majelis taklim. Begitu pula dengan Pendeta dan Bikhsu.
“Imam dan Doja Masjid atau musholla, biasanya rutin mengajar mengaji bagi anak-anak pada Taman Pendidikan Al-Qur’an dan mengisi majelis taklim. Tidak jauh berbeda dengan Pendeta atau Bikhsu, selain tugasnya memimpin peribadatan, juga kerap memimpin sekolah rohani dan pembekalan keagamaan kepada masing-masing jamaahnya. Kegiatan seperti itu yang saat ini sudah tidak bisa dilakukan selama pandemi COVID-19 melanda Kutim. Kami berharap bantuan yang diberikan nanti mampu sedikit meringankan beban kebutuhan ekonomi bagi para pemuka agama tersebut,” jelas Ismu.
Tidak hanya memberikan bantuan sembako dan uang tali asih, Pemkab Kutim juga berencana membantu meringankan pembiayaan operasional rumah-rumah ibadah di Kutim. Terutama untuk pembiayaan listrik dan air PDAM rumah ibadah.
“Biasanya kan klo masjid atau musholla, biaya operasional bulanannya untuk bayar listrik, air PDAM dan termasuk menggaji Imam dan petugas kebersihan, diperoleh dari uang infak jamaah terutama saat sholat Jum’at. Sekarang sholat wajib lima waktu berjamaah dan sholat Jum”at berjamaah di masjid untuk sementara dilarang pemerintah, karena mengurangi resiko penularan COVID-19 antar sesama jamaah. Tentunya ini mengakibatkan pemasukan bagi masjid atau musholla berkurang, bahkan tidak ada sama sekali. Maka kami (Pemkab Kutim, red) akan bersurat kepada manajemen PLN Kutim, untuk mengupayakan keringanan atau penghapusan biaya pembayaran bulanan listrik bagi semua rumah ibadah di Kutim. Tidak hanya masjid atau musholla, juga termasuk gereja, wihara dan pura. Sedangkan untuk air PDAM, memang sudah menjadi program Pemkab Kutim dan PDAM Tirta Tuah Benua Kutim, untuk memberikan pengapusan pembayaran bagi masyarakat yang masuk dalam kategori MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah, red) dan rumah ibadah, selama tiga bulan,” ujar Ismu.(Adv-Kominfo)