SUARAKUTIM.COM, BEIRUT – Ketika Lebanon terus runtuh, merayakan Idul Adha telah menjadi renungan bagi banyak Muslim di negara yang dilanda krisis. Di tahun-tahun sebelumnya, ada waktu liburan tiga hari yang menjadi saatnya untuk makanan berlimpah, pertemuan keluarga, dan hadiah.
Sekarang, krisis ekonomi Lebanon yang terus berputar, ketidakstabilan politik, dan kekurangan kebutuhan dasar membuat Idul Adha menjadi kemewahan yang hanya mampu dinikmati oleh segelintir orang terpilih.
Dengan hampir 50 persen populasi sekarang berada di bawah garis kemiskinan menurut Bank Dunia, banyak penduduk pinggiran kota Beirut yang berpenghasilan rendah seperti Dahieh sekarang harus hidup tanpa produk rumah tangga yang paling umum sekalipun.
Sanaa Zein salah-satu warga mengungkapkan saat ini sulit bagi warga untuk mengajak anak-anak membeli permen, makanan enak, bahkan jalan-jalan seperti dulu. Mereka lebih banyak berdiam diri di rumah.
“Tidak ada makanan, permen atau minuman dan paling banyak, kami akan membuat moujadara (nasi dan miju-miju yang dianggap sebagai makanan orang miskin, red). Kami mampu membeli 200 gram daging seminggu, sisa minggu kami makan kentang dan makanan sederhana dan murah seperti lentil dan hidangan vegetarian, dan bahkan itu sekarang harganya amat mahal,” ujarnya.
Pengunduran diri mantan Perdana Menteri yang ditunjuk Saad Hariri pekan lalu, menjatuhkan lira Lebanon lebih jauh ke rekor terendah. Untuk 1 dollar sama dengan 23.000 lira Lebanon. Bagi masyarakat yang mengandalkan pendapatan lira Lebanon, jelas saja sebagian besar gaji mereka tidak lagi menutupi biaya hidup dasar.
Dengan bantuan negara yang sebagian besar tidak ada, LSM telah menutup celah dan mencoba menyediakan makanan dan obat-obatan bagi mereka yang tidak mampu atau menemukan sendiri.
Selama beberapa tahun terakhir, LSM Al Jannah Foundation (AJF) telah memberikan bantuan pakaian dan kotak makanan kepada anak yatim dan keluarga kurang mampu selama Idul Fitri, melalui donasi dan kampanye penggalangan dana. Beberapa kilogram daging, yang jadi bagian penting dari makan malam Idul Fitri yang sekarang menjadi barang mewah. Dimana tahun ini jumlah penerima manfaat dan membutuhkan bantuan terus meningkat drastis.
“Pada tahun 2019, saya akan mengatakan bahwa kami telah membantu sekitar 500 keluarga sepanjang tahun, tetapi hari ini kami berbicara tentang ribuan keluarga, dan itu hanya dari satu organisasi kami,” kata Direktur Pelaksana AJF Laura Allam.
Secara historis, Lebanon telah mempertahankan kelas menengah yang substansial. Saat ini jurang yang lebar telah memisahkan mereka yang berpenghasilan dalam lira Lebanon dan 10 persen yang diperkirakan memiliki akses ke mata uang asing, yang sekarang merasa hidup di negara itu murah.
Sementara sebagian besar penduduk berjuang untuk membeli makanan, paket liburan diiklankan di mana-mana, berusaha memikat mereka yang memiliki dolar segar. Pariwisata domestik juga meningkat popularitasnya selama masa liburan, sebagai pilihan yang lebih terjangkau bagi mereka yang hanya memiliki sedikit penghasilan tambahan.
“Anda dapat melihat 10 persen dari populasi yang dibicarakan, yang sedang bepergian, keluar rumah, bahkan tidak perlu mengantri untuk mengisi bensin, dan menjalani hidup seolah-olah tidak ada yang berubah,” terang Ali Arnaout pemilik agen travel Fly Sama.
Biaya paket minimum untuk penerbangan dan hotel disana adalah sekitar 500 dollar. Jika Anda adalah keluarga dengan hanya satu anak, apalagi keluarga yang lebih besar, Anda mencari sekitar 1.700 dollar untuk pengeluaran liburan. .
Artikel ini tayang di aljazeera.com, pada Senin 19 Juli 2021 dengan judul “In crisis-hit Lebanon, celebrating Eid is for the ‘happy few’.