SUARAKUTIM.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar meminta agar DPR dan Pemerintah dapat melanjutkan proses revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan serius.
“Kami menekankan kepada Pemerintah dan DPR untuk secara serius melanjutkan proses revisi UU ITE, termasuk materi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (2),” kata Wahyudi Djafar dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut ia utarakan ketika menanggapi kasus dosen FMIPA Universitas Syiah Kuala Saiful Mahdi yang dipidana dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Saiful harus menjalani masa kurungan selama tiga bulan.
Pasal tersebut menjerat Saiful terkait dengan kritik yang ia lontarkan terhadap proses rekrutmen pegawai negeri sipil di lingkungan kampusnya, yang disampaikan melalui grup WhatsApp “UnsyiahKITA”.
Bagi Wahyudi, pengaturan dan implementasi Pasal 27 ayat (3) UU ITE memang selalu menuai polemik, kendati Pemerintah telah melahirkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pedoman implementasi sejumlah pasal dalam UU ini.
Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (2), kata Wahyudi, memiliki rumusan yang cenderung karet dan multitafsir. Hal ini berimplikasi pada kebebasan masyarakat untuk berekspresi dan menyatakan pendapat.
“Komite HAM PBB berkali-kali menekankan agar hukum pencemaran nama baik dibuat dengan sangat hati-hati,” katanya lagi.
Penekanan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa hukum ini tidak menghambat kebebasan berekspresi. Komite HAM PBB juga secara tegas mengatakan bahwa hukum pencemaran nama baik tidak dapat dikenakan terhadap suatu ekspresi yang menurut sifatnya merupakan aplikasi dari kebebasan berpendapat.
Oleh sebab itu, ELSAM berpendapat bahwa hukum pencemaran nama baik harus dibatasi secara ketat, dengan memastikan terpenuhinya lima elemen berikut ini, yaitu pernyataan yang diungkapkan merupakan suatu kebohongan (palsu), pernyataan tidak bersifat faktual, pernyataan menimbulkan kerusakan, pernyataan mengganggu reputasi orang (bukan institusi/lembaga), dan yang terakhir adalah pernyataan dipublikasikan kepada pihak ketiga.
Wahyudi mengatakan, tujuan utama hadirnya hukum pencemaran nama baik pada dasarnya adalah untuk menjaga dan melindungi reputasi sebagai bagian dari privasi seseorang.
“Kendati begitu, jika diterapkan dengan tidak hati-hati, justru akan menghambat kebebasan berekspresi dan berpendapat (antinomi),” ujarnya pula.
Selain berharap agar DPR dan Pemerintah menggencarkan revisi UU ITE, Wahyudi juga berharap agar Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan amnesti Saiful Mahdi sebagai bentuk komitmen Presiden untuk menjamin perlindungan kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai elemen esensial dari demokrasi. (Ant)