Beranda politik DPRD Kutim Wakil Ketua II DPRD Kutai Timur Ingatkan Pemkab Kutim untuk Segera Bayar...

Wakil Ketua II DPRD Kutai Timur Ingatkan Pemkab Kutim untuk Segera Bayar Hutang Lahan

0
Wakil Ketua DPRD Kutim - Arfan

Loading

SuaraKutim.com, Sangatta –  Wakil Ketua II Dewan Pimpinan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Timur (DPRD Kutim), Arfan, telah mengingatkan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) terkait kewajiban membayar hutang lahan yang belum diselesaikan.

 Hal ini didasarkan pada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltim yang menetapkan jumlah hutang lahan yang harus dibayarkan oleh Pemkab Kutim mencapai Rp80 miliar.

Meskipun Pemkab Kutim telah melakukan pembayaran sebesar Rp25 miliar, namun terdapat sisa hutang senilai Rp55 miliar yang masih belum terbayarkan. Situasi ini menimbulkan keprihatinan di kalangan anggota DPRD Kutim, termasuk Arfan, karena hutang tersebut belum diselesaikan dengan sepenuhnya.

“Kita minta APBD Perubahan ini harus dibayarkan,” jelas Wakil Ketua II DPRD Kutim belum lama ini.

Menurutnya, dengan peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim pada tahun 2023, menjadi momentum penting bagi Pemkab Kutim untuk memprioritaskan pembayaran sisa hutang tersebut. Arfan mengusulkan agar pembayaran sisa hutang tersebut dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan Kutim tahun 2023 yang akan dibahas dalam waktu dekat oleh DPRD Kutim.

Pihak DPRD Kutim berharap Pemkab Kutim akan segera menindaklanjuti rekomendasi BPK Kaltim dan menyelesaikan sisa hutang lahan tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya masalah dalam transaksi jual beli lahan yang bakal merugikan daerah, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan verifikasi dokumen-dokumen tersebut sebelum melakukan pembayaran.

“Jangan sampai kita yang rugi, karena digugat masyarakat. Sementara surat-surat yang kita miliki tidak kuat,” katanya.

Terkait pembayaran lahan di Pelabuhan Kenyamukan, ia menyatakan bahwa pemerintah hanya dapat melakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan awal.

Selanjutnya perihal permintaan ganti rugi bangunan, disebutkannya bahwa hal tersebut merupakan bentuk kecurangan. Di mana pada saat kesepakatan terjadi, lahan masih dalam keadaan kosong.

“Itu sengaja dibangun sebelum pembayaran, jika ganti rugi bangunan siapa yang mau bayar, pemerintah juga tidak ingin terlibat kasus,” tambahnya. (red/SK-05/adv)