SANGATTA (15/2-2019)
Herlang Mappatiti – anggota DPRD Kutim tidak yakin jumlah masyarakat miskin yang belum tercover di Program BPJS sebanyak 75 ribu orang. Karena itu, kata Herlang, harus dilakukan pendataan yang benar-benar valid dan sebagai wujud pendataan ada tanda yang gunanya memudahkan pemerintah.
Dengan label yang ada, ujar Herlang, sejumlah daerah seperti Yogyakarta dengan mudah memberikan perhatian termasuk dalam penyelesaian iuran BPJS. Herlang menyarankan agar ada data valid serta terdokumentasi dengan baik baik nama dan alamt serta tempat tinggal, baru dilakukan pembayaran iuran BPJS.
“Saya sepakat kalau ADD juga digunakan untuk bayar BPJS kesehatan warga miskin. Tapi saya tidak yakin, jumlah warga miskin yang belum tercover JKN KIS, masih 75 ribuan. Sebab, secara kasak mata, warga yang tidak memiliki motor atau rumah dan fasilitas lainnya di kutim, sangat kecil. Bahkan, di sangatta Utara, sulit untuk mencari warga yang memang miskin dalam jumlah yang besar seperti itu,” ungkap Herlang.
Namun, politikus Hanura ini tidak ingin berspekulasi terkait warga miskin namun agar dana yang ada tidak sia-sia, harus didata dengan kriteria yang jelas. Menurutnya, negara memang menghendaki semua warga bisa mendapat pelayanan kesehatan. Termasuk fakir miskin, itu tanggungjawab negara. “Karena itu, kalau memang ada warga miskin tidak punya BPJS, silakan ditanggulangi dari ADD,” katanya.
Diakuinya, selama ini, yang dikatakan pemerintah warga miskin adalah pendatang karena belum punya pekerjaan. Tapi, juga banyak yang mengaku miskin karena butuh pengobatan. Padahal, sebenarnya, mampu karena tidak mau keluar uang, ngaku miskin seperti saat diberlakukannya Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) beberapa tahun lalu.
“Saya masih ingat, saat masih ada raskin, yang dapat banyak yang bermobil, bermotor. Ini jelas menunjukkan data yang tidak benar, karena mungkin data yang diambil data ‘perkoncoan’. Karena itu, kalau memang pemerintah ingin menanggulangi BPJS ksehatan bagi warga miskin yang belum memiliki BPJS, maka harus jelas kriterianya. Kalau perlu, rumahnya dilabeli warga miskin. Kan kalau merasa mampu , tidak mungkin mau dilabeli warga miskin, hanya gara-gara iuran BPJS,” sebut Herlang seraya menyebutkan beberapa daerah yang telah menerapkan pelabelan warga miskin ini.(ADV-DPRD KUTIM)