SANGATTA (21/3-2019)
Perda Kutim Nomor 1 tahun 2018, tentang retribusi PPI dan Balai Beni Ikan, tidak hanya berlaku di lingkungan usaha pemerintah, tapi juga di lingkunga usaha swasta. Sayid Anjas – anggota DPRD Kutim menyebutkan Perda yang mereka garap demi peningkatan PAD ini bukan hanya mengatur retribusi di PPI atau BBI pemerintah, tapi j milik swasta. “Kalau pemerintah punya BBI di Kaliorang, dimana Perda ini akan berlaku, maka jika ada swasta yang memiliki BBI, juga pasti kena,” kata Anjas, di Balai Pertemuan umum (BPU) Sangatta Utara.
Anjas mengakui, jika dalam kesempatn tersebut digunakan untuk menyerap aspirasi warga, khususnya nelayan dan pengusaha ikan. “Meskipun ini sosialisasi perda, tapi kami juga ingin serap aspirasi masyarakat, khusnya nelayan, terkait kesulitan mereka dalam menjalankan tugasnya sebagai nelayan.
Terutama terkait dengan belum operasinya PPI, Anjas mengatakn pasti ada masalah yang dialami nelayan.
Menanggapi masalah itu, Kasman, salah seorang nelayan dari Sangatta mengatakan, selama ini nelayan di Kutim kesulitan dengan tidak adanya koperasi yang bisa bantu nelayan di Kenyamukan (PPI). Terutama pengadaan es batu, kapal, perbaikan kapal, suplai BBM, serte penampungan ikan hasil tangkapan nelayan. Karena itu, nelayan Kutim lari ke Bontang, di Berbas, karena di sana, ada PPI, dimana ada koperasi yang batu nelayan.
“Karena kami lari ke Bontang, makanya masyarakat Kutim ini hanya makan ikan yang sudah sepuluh hari disimpan di es. Empat hari di laut, dua hari di Bontang, baru dikirim ke Sangatta, setelah itu, dimasukkan lagi di es, menunggu stok lama penjual habis batu dijual yang masuk es. Jadi selam tidak ada kopersi di PPI Kenyamukan, maka selam itu pulan nelayan Kutim pasti lari ke Bontang,” katanya. (ADV-DPRD Kutim)