SANGATTA (1/1-2019)
Masalah batas Kutim dengan Kota Bontang dan Kutai Kartanegara, terutama wilayah Sidrap Kecamatan Teluk Pandan yang terus menjadi topik disetiap Pemilu dan Pilkada, diharapkan Bupati Ismunandar tidak dijadikan isu lagi. “Semua sudah jelas dan tegas, baik dalam proposal pembentukan Kutai Barat, Kutai Timur dan Kota Bontang hingga UU pembentukannya, bahkan kembali dipertegas dalam Pemendagri,” terang Ismu.
Ia mengakui dalam PP Nomor 141 tahun 2017, ada syarat menyatakan jika wilayah perbatasan kedua kabupaten – Kota dapat ditata ulang sesuai dengan kesepakatan kedua pimpinan daerah, untuk dijadikan dasar melakukan yudisial revew penataan wilayah.
Namun ia berpendapat, dalam penentuan masalah wilayah peran dewan tidak bisa diabaikamn karena merupakan perwakilan rakyat. “Dalam hal tertu memang urusan kepala daerah, tetapi jika menyangkut wilayah tentu urusan rakyat yang diwakilkan melalui anggota DPRD, kalau kepala daerah berbuat sesukanya bahaya kepala daerah kerananya dalam penentuan masalah Sidrap harus melibatkan dewan,” beber Ismu.
Ia berharap, “ agar dilakukan kajian mendalam terhadap kawasan Sidrap bisa masuk atau tidak ke Kota Bontang. Karena itu, ujar Ismu, masalah Sidrap janngan hanya kesepakatan antarkepala daerah namun perlu melibatkan DPRD. “Kalau DPRD menyetujui, baru dilakukan kesepakatan dengan pihak Bontang. Jangan sampai, masalah ini hanya muncul pada saat ada pemilihan, baik pemilihan bupati atau walikota, ataupun pemilihan legislatif, setelah itu didiamkan lagi,” katanya.
Ismu menaruh khawatir, jika kawasan Sidrap diserahkan ke Bontang bukan tidak mungkin wilayah lain juga akan meminta hal sama. Sebagai bupati ia mengaku menghargai niatan Gubernur Kaltim Isran Noor untuk segera menyelesaikan masalah Sidrap sesuai kewenangan yang ada.
Seperti diketahui, Dusun Sidrap, yang berbatasan langsung dengan Bontang, sejaka lama ingin bergabung dengan Bontang. Namun, dusun yang hanya dipisahkan jalan raya dengan RS Pupuk Kaltim di Bontang itu, berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1999 masuk wilayah Kutai Timur.
Penetepan yang menggunakan batas saat Bontang berstatus Kota Administratif Bontang ini disepekati menjelang pembuatan RUU Pembentukan Kota Bontang, Kutim dan Kubar di Kemendagri pada tahun 1999.
Karena merasa dekat dengan Bontang, sejumlah warga Sidrap ingin tetap bergabung dengan Bontang. Bahkan, sampai memiliki KTP yang digterbitkan Dukcapil Kota Bontang mesmi berdasarkan UU merupakan pelanggaran, termasuk Pemkot memberikan sejumlah fasilitas pembangun di bukan wilayanya.
Meskipun demikian, sejumlah warga Sidrap yang memahami aturan, akhirnya merubah data kependudukannya sesuai dengan wilayahnya, karena aset mereka, semua masuk Kutim. “Bagaimana mungkin wilayahnya Kutim, ijinnya Bontang. Kalau memang sudah berubah tentu ada mekanismenya juga, karenanya semua pihak terlebih pemerintah harus taat hukum karena menjadi pembelajaran bagi masyarakat,” ungkap sejumlah warga yang mengaku telah merubah statusnya kependudukannya dari Bontang ke Kutim.(SK2/SK11)