MASJIDIL HARAM merupakan tujuan utama dari rangkaian ibadah haji, demikian dengan umrah. Jamaah yang datang ke Makkah, selalu ingin berada di Masjidil Haram. Ini tiadaa lain karena ketaqwaan kepada Allah SWT.
Kelelehan setelah menempuh perjalanan panjang, tiba-tiba saja sirna ketika berada depan Ka’bah. Dalam keterpanaan menatap Ka’bah yang berbalutkan kiswah warna hitam, tiba-tiba air mata mengalir. Semua jamaah akan terpana dan hatinya bergetar, apapun jabatannya kecuali jika mata hatinya sudah tertutup karena tidak mendapatkan hidayah, kecuali bertobat dan meminta ampunan Allah SWT.
Masjidil Haram merupakan tempat teragung bagi Ummat Islam, terlebih pahala beribadah di Masjidil Haram 100 ribu kali dari tempat ibadah lainnya atau 55 tahun 6 bulan 20 malam. Karenanya, Masjidil Haram selalu dipadati jamaah kecuali antara pukul 10.00 hingga waktu Zuhur.
Karena itu, banyak jamaah yang bersemangat untuk segera melaksanakan ibadah di Masjidil Haram namun lupa mengenali medan. Ibarat jalan satu jalur, tentu jika tidak mengenali pintu masuk saat masuk tentu menyebabkan jamaah tersesat karenanya rombongan harus maksimal 6 orang, 1 orang pemimpin (laki-laki,red) selebihnya wnita atau jamaah yang lanjut usia.
Sebagai pemandu, tentu benar-benar memperhatikan anggotanya selain itu harus sabar, ihlas dan gembira, Insya Allah akan mendapat pahala besar. Seorang ustadz bercerita kepada saya, berbuat baik diniatkan saja sudah mendapat pahala, terlebih bisa membantu orang di Masjidil Haram selain mendapat pahala beribadah juga bonus memimpin orang. “Terpenting kunci hati dengan hal-hal yang dilarang, mari berserah diri kepada Allah SWT,” ujar snag ustadz kala itu.
Yang perlu diperhatikan jamaah haji saat ini adalah menunaikan ibadah haji lebih utama ketimbang memirkirkan keluarga terutama oleh-oleh, ini tiada lain betapa sulitnya untuk bisa menunaikan ibadah haji selain biaya besar juga perlu waktu lama. Dengan kondisi yang ada saat ini, tentu kesempatan yang ada tidak ingin disia-siakan, karenanya keluarga yang ditingalkan jangan membebani jamaah dengan berbagai pesanan yang selama ini banyak dijual di Indonesia. (Syafranuddin)