Beranda ekonomi Kapolres : Saatnya Penakaran Buaya Hadir di Sangatta

Kapolres : Saatnya Penakaran Buaya Hadir di Sangatta

0

Loading

Buaya Muara Ketika Ditangkap Warga Kenyamukan
SANGATTA,Suara Kutim.com
   Banyaknya warga masyarakat  menjadi keganasan buaya muara   (Crocodylus Porosus) yang  terkenal keganasannya menarik perhatian Kapolres Kutim AKBP Edgar Diponegoro. Disela-sela mengikui donor darah yang digelar TNI di Hotel Victoria Sangatta, Selasa (2/9) pagi, ia menyarankan di Sangatta, ada penakaran buaya seperti di Balikpapan.
        Menurut kapolres, adanya penakaran buaya diharapkan perisitiwa manusia diterkam buaya bisa diminimalisir. “Ternyata warga Kutim yang diterkam buaya cukup banyak, bahkan cendrung meningkat akibat   habitatnya terganggu oleh aktifitas manusia,” terang  kapolres.
            Lebih jauah, Kapolres Edgar menyebutkan adanya penakaran buaya upaya pelestarian terhadap hewan dilindungi negara ini tetap terjamin, selain itu bisa menjadi pendidikan bagi semua pihak terutama. Keuntungan lainnya, adanya pendapatan ekonomi masyarakat serta daerah.
            Ide ini, ujar kapolres tiada lain sebagai salah satu cara untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat. Ia mengakui, meski ada penakaran tidak semua langsung memberikan keamanan bagi masyarakat karena tidak semua buaya bisa dimasukan dalam penakaran.
            Berdasarkan data, hampir semua sungai di sepajang  pesisir Kutim menjadi habitat buaya muara  diantaranya Sungai Sangkima,  Sangatta, Bengalon, Sandaran, serta Kenyamukan.  Di Kenyamukan misalnya pernah ditangkap seekor  buaya muara berbobot  lebih  400 kg dengan panjang hampir 5 meter .  Namun, buaya dari Sandaran yang sempat menerkam manusia disebut-sebut lebih besar dari buaya yang ditangkap Arbain – seorang pawang di Sangatta.
            Disetiap sungai,  diperkirakan dihuni lebih seribu ekor buaya muara. Bahkan di Bengalon, konon pernah disurvei menggunakan alat khusus terdata lebih dua ribu ekor. “Kalau dari seribu ekor itu terdapat empat ratus ekor betina, kemudian menetaskan enam puluh telur setiap musim kawin otomatis terdapat dua puluh empat ribu ekor anak buaya muara,” terang Aspi – seorang dosen di Unmul Samarinda.
            Kasus buaya muara menerkam manusia kali pertama  terjadi di Sungai Kenyamukan, pada tahun 2003 lalu. Semenjak itu, warga Kenyamukan selalu dihantui serangan buaya. Untuk mengingatkan warga akan peristiwa yang menggemparkan Indonesia itu, sang monster diawetkan dan kini menjadi penghuni museum kayu di Tenggarong.
            Sedangkan kasus teranyar terjadi Jumat (29/8) lalu yang menimpa Delahandayani, warga RT 37 Mujur Jaya Sangatta Utara. Jasad pegawai PT NPN ini, ditemukan sehari kemudian masih dalam keadaan utuh terkecuali bekas luka gigitan.(SK-05)