SANGATTA (10/10-2020)
Sejumlah hak yang diterima UEF – Ketua DPRD Kutim, sejak bulan Juli 2020 tak diterima lagi, namun masih menerima gaji sebagai anggota DPRD Kutim karena belum ada SK Pergantian Antar Waktu (PAW) meski secara resmi DPP PPP telah mencabut hak keanggotaanya EUF.
Sekretaris DPRD Kutim Ikhsanuddin Syerpi menerangkan sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan Dan Administratif Pimpinan Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Kalau besaranya saya lupa berapa angkanya namun kesemuanya berdasarkan APBD,” terangnya seraya menambahkan semua pendapatan bebas dari pajak karena pajak ditanggung negara.
Kepada sejumlah wartawan, Ihsan menyebutkan EUF hanya menerima gaji namun kesemuanya belum diterima langsung melainkan masih tersimpan di kas DPRD Kutim. “Karena status Ibu EUF tersangka, maka saat ini hak-hak yang ada seperti tunjangan dihentikan kecuali gaji itupun belum diseragkan karena itu disimpan di kas DPRD,” terangnya.
Ihsan yang sempat diperiksa penyidik KPK di Samarinda, menerangkan gaji EUF kini tinggal Rp1 juta perbulan karena ada pinjaman di bank. Meski demikian, mantan Sekretaris KPU Kutim ini, mengaku tidak tahu persis berapa jumlah UEF menerima gaji dan tunjangan plus biaya operasional. “Sata EUF berstatus tersangka dan sudah tidak berada di Kutim, maka sejumlah penerimaan dihentikan termasuk biaya perjalanan dinas,” bebernya.
Ditanya lebih detail soal apa saja yang diterima seorang wakil rakyat, ia mengakui antara lain uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, uang paket, tunjangan jabatan, tunjangan alat kelengkapan dan tunjangan alat kelengkapan lain selain itu ada tunjangan komunikasi intensif dan tunjangan reses.
EUF – Ketua DPRD Kutim yang saat berstatus non aktif, menjadi tersangka KPK karena diduga terlibat dalam kasus gratifikasi proyek infrastruktur Pemkab Kutim tahun 2019 dan 2020. EUF, diamankan KPK di Jakarta bersama Bupati Kutim Ism serta pejabat Pemkab Kutim lainnya.
Hingga kini EUF masih ditahan di Jakarta, sementara pemberkasan kasusnya sedang dilakukan penyidik KPK sebelum dilimpahkan ke PN Tipikor Samarinda. Namun, dalam beberapa pengakuan sejumlah saksi di kasus AMY dan DA, terungkap akan peran EUF sehingga terjadinya dugaan penyuapan yang seharusnya tidak boleh dilakukan seorang pejabat negara dan ASN.(SK3/SK5)