SANGATTA (29/6-2019)
Meski sejumlah terdakwa pelanggaran Pemilu Tahun 2019 mengaku melakukan pencoblosan berulang kali, tidak mendapat apa-apa atau uang, namun sejumlah pihak menyangsikan termasuk Bawaslu Kutim.
Meski demikian, Bawaslu tak peduli terpenting siapa yang melakukan pelanggaran dan terdapat bukti kuat tetap diproses seperti dialami Yusuf Rampa, Andi Amiluddin dan Nurlela. Dari ketiga terpidana yang terbukti bersalah melakukan pelanggaran Pemilu, baru Yusuf Rampa yang menjalani hukuman penjara selama 1 bulan, sementara Andi Amiluddin yang divonis 2 bulan penjara dan denda Rp2 juta oleh Pengadilan Negeri (PN) Sangatta, masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri Kutim, sedangkan Nurlela yang melakukan pencoblosan atas nama Fajar di TPS 5 Swarga Bara Sangatta, Jumat (28/6) kemarin, divonis 1 bulan penjara dan denda Rp1 juta jika tidak ditambah kurungan selama 1 bulan.
Budi Wibowo – Komisioner Bawaslu Kutim disela-sela persidangan Nurlela menyebutkan banyak laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang diterima Bawaslu Kutim, namun laporannya tidak dikuatkan dengan bukti-bukti termasuk ketika dilakukan penelusuran ke kalapangan.
Dalam kasus Nurlela, ia mengakui hampir saja tidak berlanjut karena orang yang didakwa tidak diketahui alamatnya. Namun, sejumlah saksi sempat memfoto Nurela saat melakukan pencoblosan di TPS 5 Swarga Bara. “Kasus Nurlela sempat mandeg karena datanya tidak ada, namun berkat foto yang ada akhirnya ditelusuri melalui media sosial dan berhasil sehingga dilakukan pemberkasan,” sebut Budi.
Sementara itu sejumlah netizen di Forum Jual Beli Sangatta menyebutkan aksi mencoblos dua kali di Pemilu Tahun 2019 lalu banyak terjadi. Pelaku, tulis seorang netizen mendapat uang Rp500 ribu untuk satu kali mencoblos. “ha ha ha, gara-gara duit 500 ribuj itu mba,” tulis seorang netizen menaggapi pemberitaan Suara Kutim.com.
Sementara netizen lainnya menanggapi banyak yang melakukan namun tidak ketahuan saja. Beberapa warga lainnya kepada Suara Kutim.com menyebutkan saat ini ngak ada yang gratis terlebih pada Pemilu dan Pilkada. “Saat ini pemilih banyak bersikap pragmatis, ada uang ncoblos nggak ada uang ya nggak coblos, kecuali mereka yang punya kesadaran tinggi akan arti Pemilu,” kata Adi.
Nurela yang kesehariannya bekerja di sebuah salon kecantikan di Sangatta, mengaku ia menerima Form C6 atas nama Fajar Novarita Putri dari Erliyanti Rantesalu. Untuk bisa mencoblos 2 kali, tinta bekas mencoblos pertama kali di TPS 7 dihapus menggunakan cairan pembersih. “Saya tahu mencoblos dua kali dilarang, cuman mau bantu teman saja,” akunya dalam persidangan di PN Sangatta, Kamis lalu. (SK11)