SANGATTA (25/7-2019)
Meski menjadi penghasil produksi Crude Palm Oil (CPO) terbesar, ternyata tidak menjadi memberikan apa-apa bagi Kutim, terutama bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutim. Bahkan akibat belum ada regulasi atau aturan yang mengatur terkait hasil produksi CPO untuk daerah,semua menjadi lewat tak berarti bagi Kutim kecuali dampaknya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim, Musyaffa saat ditemui wartawan menyebutkan saat ini perkebunan menjadi salah satu sektor yang paling sedikit dalam memberikan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai Timur.
Bahkan bagi pusat, sektor perkebunan hanya menyumbangkan pemasukan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan serta Pajak Penghasilan (PPh), seperti PPh 21, PPh 22, PPh 25, dan PPh 29. “Daerah hanya mendapatkan imbasnya saja dari kegiatan perkebunan misalkan perkebunan menggunakan air tanah, maka bisa dipungut pajak air tanahnya termasuk katering, maka Pemkab bisa memungit pajak usaha katering dan restaurant namun jika tidak tidak ada yang bisa dipungut untuk PAD Kutim,” bebernya.
Selama ini, ujar Musyaffa, yang didapatkan daerah dari sektor perkebunan dan pertambangan hanya pembangian dana bagi hasil (DBH) serta royalti antara pusat dan daerah. Sedangkan jika mengharap pemasukan bagi PAD Kutim, nilainya kecil.
Ia menilai, wajar hingga saat ini Pemkab Kutim terus memperjuangkan agar PBB sektor Perkebunan dan Kehutanan bisa diambil alih pengelolaannya oleh daerah dan bukan lagi di pusat. Sehingga ada pemasukan dari sektor PBB Perkebunan dan Kehutanan tersebut bagi PAD Kutim.(SK4)