SANGATTA (10/12-2017)
Kutai Timur (Kutim) yang memiliki tiga sektor unggulan seperti pertambangan batu bara, minyak dan gas (Migas), serta perkebunan, seharusnya punya tiga upah sektor. Kenyataanya, kata Uce Prasetyo – anggota DPRD Kutim, baru satu upah sektor yang dibentuk pemerintah.
Ia menyebutkan, pada tahun 2013 sudah usulkan agar di Kutim ini ada tiga sektor upah, tapi baru sektor pertambangan batu bara yang ada. Sedangkan perkebunan, yang paling banyak perusahannya, belum ada sama dengan minyak dan gas. “Saya berharap, ke depan sektor perkebunan dan migas juga punya upah sektor,” harapnya.
Diakui, upah sektor bisa menambah penghasilan karyawan, karena jelas upah sektor itu selalu lebih tinggi dari upah minimal kabupaten (UMK). Sama halnya dengan UMK, itu selalu lebih besar dari Upah Minimum Provinsi (UMP). “Kalau ada upah sektor perkebunan dan upah sektor migas, pasti akan lebih tinggi dari UMK,” harapnya.
UMK diakui Uce, kenaikannya dari tahun sebelumnya berdasarkan kenaikan inflasi, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan aturan sebelumnya yang dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dengan menghitung sekitar 60 item kebutuhan, yang dianggap cukup rumit.
Uce yang juga pernah masuk sebagai anggota dewan pengupahan mengakui, beberapa tahun lalu Kaltim ini termasuk memiliki UMK atau UMP paling tinggi. Hal itu terjadi karena hitungannya berdasarkan KHL.
Namun, akibat turunnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan harga komoditas termasuk batu bara maka sulit untuk mengejar kenaikan UMK atau UMP di daerah industri di Jawa. “Sebab industri di Jawa, itu sudah mapan. Beda dengan di Kalim, industri hanya batu bara, karena batu bara turun, maka bertahan saja, itu sudah bagus. Karena itu, UMK, juga tidak bisa naik mengikuti UMK di Jawa,” katanya.
Seperti diketahui, UMK di Kutim tahun 2018, telah ditentukan sebesar Rp 2,6 juta, naik dari UMK tahun lalu sebesar Rp2,4 juta.(SK2)