KOMISI GABUNGAN Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Selasa (17/5) meninjau tapal batas wilayah antara Kutim dengan Berau di Desa Nehas Liah Bing Kecamatan Muara Wahau.
Dipimpin Ketua Komisi A Agiel Suwarno, rombongan yang terdiri Didiek Prabowo Kusumo, Rahmaddi, Siang Geah dan anggota Komisi C Ngafifudin berharap persoalan tapal batas wilayah bisa selesai sehingga tidak menguras energy dan waktu serta biaya sementara pembangunan terus berproses.
Sebelum ke lokasi perbatasan, rombongan bertemu Camat Kongbeng Furkani dan tokoh masyarakat dan adat untuk bersilaturahmi. “Tugu yang ada saat ini di buat ketika Gubenur Awang Faroek Ishak melakukan kunjungan ke Berau, sewaktu melintasi perbatasan tersebut, rombongan mampir memasang patok tanda perbatasan antar dua kabupaten,” terang Camat Furkani.
Furkani menyebutkan, orang nomor satu di Pemprov Kaltim ini saat melintas diminta singgah pasang patok tanda perbatasan. Sata itu, ujar Furkani hanya sebagai tanda karena memang belum ada patok sama sekali namun disayangkan patok itulah dijadikan tugu perbatasan wilayah tanpa melibatkan kami sebagai pihak dari pemerintahan kabupaten Kutai Timur terlebih masyarakat Adat Wehea Desa Nehas Liah Bing sebagai pihak pemegang kesepakatan dengan masayarakat adat Basap Lebo,” beber Furkani.
Siang Geah yang juga putra daerah Kongbeng yang kini anggota Komisi A, menyebutkan tugu tapal batas yang ada jauh bergeser dari titik patok batas alam sebelumnya di tandai hulu sungai Mayung anak sungai Kesan Cabang dari Sungai Kelay dan hulu Sungai Bedak Cabang Sungai Wahau dan Pematang sebagai titik tapal batas alam yang disepakati kedua masyarakat Adat Wehea dari Desa Nehas Liah Bing Kutim dan Basap Lebo dari Desa Merapun Berau. “Tapal batas kedua desa perbatasan jelas, kita kelola hutan lindung itu sejak tahun 2004 sehingga informasi tapal ini ada dan bisa diakses siapa saja di media sosoal karena keberadaan hutan ini lindung ini sudah diakui negara melalui putusan Menteri Kehutanan kala itu,” ungkap Siang Geah.
Agiel Suwarno selaku ketua rombongan menilai perlu pemetaan ulang keberadaan hutan lindung Wehea yang semula memiliki luasan 38.000 hektar yang menyusut menjadi 22.000 hektar akibat pergeseran tapal batas itu. “Luar biasa, 16 ribu hektar bergeser ke Berau karena patok. Tidak bisa dibiarkan, hutan lindung Wehea harus kita lindungi bersama. Perlu kesadaran semua pihak untuk mengembalikan habitat hutan ke porsi semula. Jika permasalahan hutan ini rampung, tapal batas akan mengikuti. Karena keberadaan hutan lindung Wehea berbatasan lansung dengan Kabupaten Berau yang telah di kenal dunia berada di Kutai Timur dan telah di tetap kan melalui undang-undang,” sebutnya.(ADV37-DPRD Kutim)