Menjelang Pelatihan, Peserta Mengikuti Senam Ringan |
SANGATTA,Suara Kutim.com
Penyebaran HIV / AIDS di Kutai Timur (Kutim) cendrung meningkat dan telah mendera ibu-ibu rumah tangga yang tidak tahu menahu akan asal muasal HIV/AIDS, karena pendidikan kesehatan terutama untuk pencegahan virus mematikan ini harus dilakukan dengan berbagai cara serta melibatkan banyak pihak.
Sebagai bentuk edukasi, Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kutim, selama dua hari menggelar Pelatihan Jurnalisme Warga Peduli AIDS.
Sekretaris KPAD Harmadji Partodarsono, Rabu (20/8) menyebutkan KPAD terus-menerus melakukan sosialisasi dan pemberian informasi kepada masyarakat akan bahaya HIV/AIDS. Sosialisasi dengan melibatkan media massa agar pemahaman bahaya HIV/AIDS semakin digalakan yang akhinya masyarakat peduli.
Kasus HIV/AIDS diketahui kali pertama ada di Kutim pada tahun 2006 dengan penderita lalu satu orang. Namun, dalam waktu enam tahun menjadi 85 orang penderita, sedangkan pada tahun 2014 sudah 155 kasus “Tingginya penderita HIV AIDS sangat meresahkan karenanya pendidikan kepada masyarakat patut dilakukan terutama melalui media massa ,” terang Harmadji.
Ia menaruh harapan lewat pelatihan meski hanya dua hari, peserta yang semuanya warga peduli AIDS, bisa menjadi kader yang mampu menjadi jurnalis peduli AIDS, Tersedianya berita yang benar tentang HIV-AID, Terjalinya kerjasama dengan pihak media
Pelatihan yang menghadirkan Syafranuddin, seorang wartawan di Sangatta ini secara khusus mengupas bagaimana cara menggali berita serta mengemasnya dalam bentuk tulisan. Syafranuddin yang sudah berkecimpung di dunia jurnalistik sejak duduk dibangku kelas dua SMP itu, memaparkan kiat-kiat menjalin hubungan dengan nara sumber, etika wawancara sampai mengenal sepak terjang seorang wartawan dalam menjunjung tinggi hak nara sumber. “Untuk menulis tentang korban HIV AIDS harus banyak menggali sumber data, selain itu menjaga privasi nara sumber,” pesan pria yang biasa disapa dengan Ivan.
Dengan gayanya yang ceplas-ceplos ditambah pengalaman selama menjadi kuli tinta, mampu membuat peserta yang mulai letih dan ngatuk terpana. “Menjadi seorang wartawan memang perlu waktu dan dedikasi untuk benar-benar menjadi jurnalis sejati,” ungkap anggota PWI dan telah mengantongi sertifikat uji kompetensi ini.(SK-03)