SUARAKUTIM.COM; SANGATTA —- Gelombang protes isu perpanjangan masa jabatan presiden, dan usulan penundaan Pemilu 2024 hingga beleid kenaikan PPn serta BBM terus meluas ke berbagai belahan pulau Indonesia.
Di Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Timur, misalnya, gerakan kolektif dari Aliansi Rakyat Kutim Menggugat, juga melakukan unjuk rasa pada hari ini, Senin (11/4), pukul 10.00 WITA. Tidak hanya desas-desus nasional yang dituntut massa aksi tersebut, namun juga terdapat sejumlah masalah lokal turut diajukan sebagai tuntutan. Salah satunya adalah menuntut pemerintah agar memulihkan hak-hak korban banjir Sangatta, serta menyusun rencana penanggulangan bencana hingga mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk melakukan deklarasi krisis iklim.
Jendral lapangan (Jendlap) Aksi, Geral mengungkapkan jika banjir yang melanda dua kecamatan pada bulan Maret lalu, yang menelan banyak kerusakan dan kerugian tidak dapat dinilai sebagai bencana alam semata. Terlebih faktor yang menyebabkannya adalah curah hujan.
“Puluhan ribu warga terdampak banjir, dan ironisnya hak-hak yang seharusnya didapatkan sebagai korban tidak sepenuhnya diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur,” sebutnya.
Padahal, menurutnya, pembiayaan pemulihan pascabanjir jelas-jelas termaktub di beberapa sumber. Di antaranya pada Belanja Tidak Terduga dari APBD Kutai Timur 2022 sebesar Rp15 miliar, dana kontigensi dan stimulan dari pemerintah pusat.
Senada, Kordinator lapangan (Korlap) Aksi Aliansi Rakyat Kutim Menggugat, Agus Kurniady menilai jika pengaturan tata kelola lingkungan selama ini tidak benar-benar memperhatikan prinsip dasar ekologi, dan ekosistem.
“Sesungguhnya masalah lingkungan yang kita hadapi sejak dulu adalah buah dari buruknya kebijakan pemerintah,” ungkap Agus dihadapan para demonstran.
Kekeliruan dan juga pelanggaran dalam mengatur Rencana Tata Ruang Wilayah salah satunya, menjadi musabab yang paling signifikan atas terjadinya bencana alam di Kabupaten Kutai Timur. Oleh karenanya, sambung Agus, pemerintah sepatutnya menengok kesalahan tersebut kemudian menindaklanjutinya secara serius.
“Jangan lagi warga menjadi korban akibat kejahatan lingkungan, dan sudah waktunya bukan kita lagi yang harus menanggungnya,” tutup Agus.
Dipenghujung aksi, di depan gedung DPRD Kutim pada pukul 12.45 WITA, massa yang terdiri dari organisasi kemahasiswaan STIPER, STAIS, STIE, GMNI, HMI, PMII, TIP3KS serta Fraksi Rakyat Kutim itu bersama Wakil Bupati serta unsur pimpinan DPRD Kabupaten Kutai Timur menandatangani surat tuntutan terbuka. (Redaksi)