SuaraKutim.com; Sangatta — Sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah dalam menekan angka stunting di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim melalui Komisi D, menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kutim yang berkaitan langsung dengan program pengentasan stunting. Di antaranya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB), serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutim.
Dalam rapat koordinasi yang digelar, Senin (11/7/2022), terungkap jika ada perbedaan penilaian standarisasi stunting antara Dinkes dan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional).
“Jadi ternyata ada beda standardisasi dalam penilaian stunting antara Dinkes dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),” ungkap Ketua Komisi D DPRD Kutim, Yan kepada wartawan usai rapat di ruang hearing DPRD Kutim, Senin (11/7/2022) sore.
Dikatakan, dari pihak Dinkes angka stunting diperoleh dari kasus gizi buruk yang menimpa pada anak. Sedangkan pihak BKKBN melihat stunting berdasarkan beberapa aspek, misalnya tidak memiliki WC, ruang kecil (rumah), dan anak yang jumlahnya banyak.
“Kalau dari Dinkes, misalnya ada anak yang kurang gizi maka itulah yang dilaporkan stunting,” ucapnya.
Selain itu, data yang diambil oleh BKKBN masih secara global wilayah Kutim, belum ada angka rinci di tingkat kecamatan bahkan desa.
Kendati demikian, Kutim melalui DP3A memiliki upaya strategis untuk menekan angka stunting.
“Untuk tahun ini ada perubahan. Jika dulunya (stunting, red) ditangani oleh Dinkes sekarang dialihkan ke DP3A Kutim. Upaya mereka diantaranya melakukan kampanye pencegahan stunting, seperti menghimbau pelarangan menikah usia dini, perbaikan ekonomi, peningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan lain sebagainya,” pungkas Yan.(Adv)