SuaraKutim.com, Sangatta – Kasus pemecatan Misfalah dan Agustinus Dias yang buruh PT Multi Pasifik Internasional (MPI), kini menjadi sengketa ketenagakerjaan. Pasalnya, kedua mantan buruh PT MPI tersebut mengadukan nasibnya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kutai Timur, dengan alasan proses pemecatan yang tidak berdasarkan dan prosedural.
Melalui surat bernomor: 565.9/1685/Disnakertrans-HIJ/XI/2022, pihak Disnakertrans Kutim memanggil PT MPI dan kedua pekerja yang telah di-PHK perusahaan yakni Misfalah dan Agustinus Dias. Namun pada pertemuan, Senin (28/11/2022), yang difasilitasi oleh Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan, Hermi Allo Rerung, hanya dihadiri Misfalah.
Pada kesempatan itu, Hermin, sapaan karibnya, menanyakan ke PT MPI mengenai pemberlakuan tahapan patut PHK di perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut. Mengejutkan, pengakuan dari perwakilan korporasi jika kedua pekerja diakhiri masa kerjanya tanpa diberikan surat pemberitahuan PHK sebagaimana telah diamanatkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
“Saya kasih pandangan, dan ini jadi pengalaman. Jadi di PP 35 itu, apapun permasalahannya alasan mendesak wajib pihak perusahaan mengeluarkan Surat PHK,” bebernya.
Selain itu, saat Hermi kembali bertanya masa kerja perempuan satu anak itu kepada pihak perusahaan, dan ditemukan perbedaan data. Berdasarkan Surat Pengalaman Kerja, yang diberikan PT MPI sebagai tanda PHK, diterangkan masa kerjanya sejak bulan September 2017 hingga Agustus 2022. Tetapi diungkapkan Misfalah (33), ia bekerja kurang lebih selama satu dasawarsa, atau dari tahun 2012.
“Kalau tanggal sama bulannya, Bu, saya sudah lupa. Tapi tahunnya 2012 saya mulai kerja, Bu. Saya ingat sekali itu 2012,” ungkap Misfalah.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Serikat Pekerja Borneo (SPB) Kutai Timur, Asnawi mengatakan seharusnya PT MPI mematuhi aturan pemerintah mengenai ketenagakerjaan, dalam hal ini yang menyangkut PHK karyawan perusahaan.
“Kalau PHK itu harus ada Surat PHK nya, Pak, sesuai aturan. Biar mereka bisa keberatan ajukan ke Disnaker. Bukan kasih pengalaman kerja suruh pulang, seperti itu,” katanya.
Sementara itu, menurut Ketua Bidang Advokasi dan Sumber Daya Manusia SPB, Ebed Sidabutar, dalih perusahaan memecat Misfalah karena dalam situasi mendesak, sebab dianggap telah melanggar aturan perusahaan juga tidak memiliki dasar yang kuat.
“Seenaknya saja mereka memberhentikan pekerja tanpa Surat PHK, kemudian PHK yang mereka buat tidak memiki dasar sesuai dengan PP 35 Tahun 2021 pasal 37, 38, 39 hingga UU Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 156 ayat 1 Tentang Ketenagakerjaan,” tandasnya.(Adv/Red/SK-05)