SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Anggota DPRD Kutai Timur, Ubaldus Badu menyebutkan jika petani sawit mandiri atau yang di luar kelompok tani sawit, meminta kepada dirinya untuk memperjuangkan penyediaan tempat loading tandan buah segar (TBS) sawit, atau yang biasa disebut loading ramp.
“Masyarakat yang ikut menanam sawit namun statusnya tidak tergabung dalam kelompok tani atau petani sawit mandiri meminta untuk disediakan tempat penampungan TBS (Tandan Buah Segar, red) sawit,” ucap Ubaldus.
Lanjutnya, selama ini masyarakat yang statusnya petani sawit mandiri biasanya menjual buah segarnya pada tempat penampungan tidak resmi atau liar, yang juga merupakan milik masyarakat. Namun karena status mereka di luar kelompok tani, maka harga beli yang mereka dapatkan nilainya lebih murah.
“Mungkin karena mereka (petani sawit mandiri, red) bukan anggota kelompok tani sawit, maka saat menjual buah segar mereka di tempat penampungan tidak resmi atau liar, harga beli buah mereka jadi jauh lebih murah, seperti dibeli oleh tengkulak. Hal ini tentu membuat para petani sawit ini kecewa dan tidak puas, karena tidak sebanding dengan biaya yang mereka keluarkan selama merawat tanaman hingga panen,” jelasnya.
Lebih jauh Ubaldus Badu mengatakan, masyarakat petani berharap ada aturan atau regulasi resmi dari pemerintah daerah yang mengatur terkait keberadaan tempat penampungan TBS tersebut di setiap daerah. Dengan adanya regulasi jelas maka memungkinkan untuk tetap menjaga harga beli buah segar sawit petani lebih stabil.
“Masyarakat ini meminta ada regulasi atau aturan dari pemerintah daerah untuk mengatur keberadaan tempat penampungan TBS tersebut. Mereka beranggapan jika ada regulasi pengelolaan tempat penampungan TBS, maka harga beli buah segar bisa lebih stabil. Saya pribadi berharap ada campur tangan dari pemerintah Kutim, khususnya Dinas Perkebunan (Dishub) serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim, yang mungkin saja bisa mengatur regulasi tempat penampungan TBS tersebut,” pungkasnya.(Red-SK/ADV)