SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Meski Pemerintah Kutai Timur telah menetapkan nilai Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kutim tahun 2024 sebesar Rp3.515.324 yang mengalami kenaikan 4,74 persen dari tahun sebelumnya. Namun nilai tersebut dianggap belum mencukupi kebutuhan hidup masyarakat. Hal ini diungkapkan anggota DPRD Kutai Timur, Yan. Bahkan dari pengamatannya pada daerah pemilihan (Dapil) pengusungnya zona IV, meliputi Muara Wahau, Kongbeng dan Telen, nilai UMK yang ditetapkan pemerintah tersebut masih jauh di bawah angka kebutuhan dasar ekonomi masyarakat setempat.
“Di beberapa desa seperti Muara Wahau dan Kombeng, kebutuhan masyarakat jauh lebih besar daripada UMK yang ada. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara penghasilan dan kebutuhan hidup,” ujar Yan yang juga Ketua Komisi D DPRD Kutim.
Politisi dari Partai Gerindra ini juga mengamati kecenderungan masyarakat untuk membuka lahan baru, khususnya untuk perkebunan sawit.
“Masyarakat yang sudah memiliki dan merawat kebun sawit cenderung memiliki penghasilan di atas UMR. Namun, untuk mendapatkan hasil tersebut, banyak yang harus menebang kebun coklat dan bahkan membuka kawasan hutan untuk dijadikan kebun sawit,” jelasnya.
Yan menekankan bahwa meskipun industri sawit dapat meningkatkan pendapatan, dampak lingkungan dari pembukaan lahan di kawasan hutan harus menjadi perhatian serius. “Memang benar bahwa membuka kebun sawit dapat meningkatkan penghasilan, namun kita juga harus memperhatikan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Kebutuhan dasar masyarakat harus tetap terpenuhi, namun tidak boleh mengorbankan keberlanjutan lingkungan,” tambah Yan.
Pentingnya perhatian terhadap keseimbangan antara peningkatan ekonomi dan perlindungan lingkungan menjadi fokus utama dalam pembahasan ini. Yan mendorong agar ada kebijakan yang tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.(Red-SK/ADV)