SANGATTA,Suara Kutim.com (14/5)
Anggota DPRD Kutai Timur (Kutim) tidak saja mengeluhkan gaji mereka yang terendah se Kaltim, tetapi biaya perjalanan dinas (Pardis) yang dirasa kurang bahkan kerap nombok. Meski demikian, Mahyunadi sebagai Ketua DPRD menerangkan jika terpaks nombok tidak banyak karena Pemkab dan seluruh lembaga pemerintah se Indonesia wajib menerapkan sistem et cost yakni pengeluaran harus dipertanggungjawabkan dengan bukti yang sah. “Maknya, jika pergi naik taksi itu bisa ditomboki, karena tidak ada kwitansinya,” kata Mahyunadi.
Beberapa anggota DPRD Kutim diantaranya Yulianus Palangiran mengakui sejak periode lalu, gaji dan tunjangan DPRD Kutim memang tidak naik. Bahkan biaya perjalanan dinas, jika ada kunjungan kerja selalu nombok karena banyak biaya seperti biaya taksi yang tidak ada kwitansinya, yang tidak mungkin dibayarkan. “Makanya, jarang-jarang anggota DPRD perjalanan dinas, kecuali memang penting,” katanya.
Namun keterangan yang dihimpun Suara Kutim.com dalam perjalanan dinas yang diatur dalam Perbup Kutim jelas pola dan sistem yang diterapkan. “Semua ada standarisasinya mulai jenis hotel hingga uang respentatif, sementara jika naik taksi seperti di Jakarta itu semua taksi selalu ada prin out pembayaran termasuk biaya tol,” terang sumber ini seraya menyebutkan di lingkungan Pemkab tidak ada masalah selama ini.
Diakui, dalam Perbup Kutim yang mengatir biaya perjalanan dinas tahun 2016 lebih baik karena uang hariannya bisa membantu, demikian dengan tarif hotel. “Memang harus pintar-pintar mengatur jika tidak ya tekor, karena biaya taksi itu dihitung hanya satu kali dari saja karena bisa terbaca dari prin outnya,” beber sumber media ini seraya menyebutkan untuk anggota dewan standarnya setara dengan Bupati dan Wakil Bupati.(SK2)