SANGATTA,Suara Kutim.com (14/5)
Tingginya aktivitas masyarakat di Taman Nasional Kutai (TNK) ditambah telah dienclavenya sebagian kecil kawasan TNK diprediksi memberi dampak pada ekosistem dan habitat satwa-satwa yang saat ini hidup di dalam kawasan TNK termasuk habitat orang utan yang menjadi ciri khas Taman Nasional Kutai (TNK).
Kepala Balai TNK Nur Patria menyebutkan ada 3 hal yang menyebabkan hewan-hewan tersebut keluar dari habitat aslinya yakni kurangnya sumber makanan, kemudian terdesak ruang hidupnya dan yang terakhir adalah anti predator. “Kondisi sementara yang menjadi penyebab sering masuknya orang utan ke pemukiman warga akhir-akhir ini adalah akibat terdesaknya ruang hidupnya. Hal ini diakibatkan perambahan hutan TNK dan pembukaan pemukiman warga di sekitar TNK,” sebut Nur Patria.
Kepada Suara Kutim.com belum lama ini ia mengungkapkan saat ini estimasi jumlah hewan langka ini ada di dalam kawasan TNK sebanyak 1.200 ekor yang dianggap tidak sebanding dengan luasan TNK yang ada sekarang yang tinggal 190 ribu hektar.
Berdasarkan penelitian, uajr Niir, satu ekor orang utan memiliki cakupan jangkauan habitat hidup seluas satu kilometer persegi sehingga luasan habitat yang semakin sempit, ia menandaskan wajar jika sering ditemui ada orang utan masuk pemukiman. “Kondisi dimana orang utan kerap ke pemukimman tentu membahayakan hidup orang utan maupun masyarakat, karena akan ada konflik secara langsung,” ungkapnya.
Nur Patria menyebutkan jika saat ini masyarakat menemukan orang utan di sekitar kediaman mereka seperti warga Pinang Dalam Sangatta Utara belum lama, ia menilai ada 2 pilihan yang harus dilakukan pertama apakah akan menyerahkan orang utan tersebut kepada lembaga konservasi atau yang kedua membantu menggiring para orang utan tersebut ke dalam kawasan yang ada sumber pakannya. “Kalau dibiarkan, lambat laun aka nada konflik,” tandasnya.(SK3)