Beranda hukum Agusriansyah Ridwan Tegaskan Kampung Sidrap Sah Milik Kutim: Dorong Pemekaran Desa dan...

Agusriansyah Ridwan Tegaskan Kampung Sidrap Sah Milik Kutim: Dorong Pemekaran Desa dan Kritik Tajam Terhadap Wakil Wali Kota Bontang

0
Dr.Agusriansyah Ridwan ,S.IP ,M.Si , Wakil Ketua Bapemperda DPRD Prov Kaltim

Loading

Samarinda – Polemik batas wilayah antara Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang kembali mencuat ke publik, menyusul pernyataan Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, yang menyindir langkah Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman dalam upaya menjadikan Kampung Sidrap sebagai desa definitif. Namun, respons keras datang dari Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kalimantan Timur, Dr. Agusriansyah Ridwan, S.IP., M.Si., yang juga merupakan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim.

Agusriansyah menyebut bahwa langkah Bupati Kutim untuk memekarkan Kampung Sidrap menjadi desa definitif adalah langkah solutif dan efektif. Ia menjelaskan bahwa proses persiapan telah dimulai jauh sebelum adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan mediasi antara Pemerintah Provinsi Kaltim, Pemkab Kutim, dan Pemkot Bontang terkait batas wilayah.

“Upaya menjadikan Kampung Sidrap sebagai desa definitif bukan keputusan yang tiba-tiba. Ini sudah dirancang sejak lama. Tahapannya dimulai dari menjadikan Sidrap sebagai desa persiapan, dan itu sudah dilaksanakan,” ujar Agusriansyah saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim, Jumat (24/5/2025).

Menurutnya, anggapan bahwa keputusan MK menandakan Sidrap berada dalam status quo adalah kekeliruan fatal. Ia menyayangkan banyak pihak yang salah menafsirkan putusan MK tersebut.

“Putusan MK itu tidak menyatakan wilayah Sidrap sebagai status quo. Membacanya harus jernih dan komprehensif, bukan dipelintir. Pemahaman seperti itu bisa menyesatkan publik dan merusak suasana komunikasi antarpemerintah daerah,” tegasnya.

Hak Prerogatif Bupati dan Legal Standing Pemkab Kutim

Agusriansyah menekankan bahwa penetapan desa definitif merupakan hak prerogatif kepala daerah sepanjang memenuhi syarat administratif dan regulasi yang berlaku. Dalam hal ini, Bupati Kutai Timur memiliki kewenangan penuh atas wilayah administratif yang berada dalam yurisdiksi Pemkab Kutim, termasuk Kampung Sidrap.

“Kampung Sidrap itu bagian dari wilayah Kutai Timur yang legal standing-nya jelas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 dan Permendagri Nomor 25 Tahun 2005, tapal batas wilayah Kutim mencakup Sidrap. Ini sah dan clear. Tidak ada dasar hukum yang menyatakan sebaliknya,” tegas politisi dari PKS ini.

Ia juga menambahkan, “Kalau sudah sesuai dengan UU dan Permendagri, kita tidak bisa semena-mena mengklaim wilayah hanya karena kedekatan geografis atau klaim sepihak. Pemerintahan harus berdasarkan hukum, bukan asumsi atau opini personal.”

Kritik Keras terhadap Pernyataan Wakil Wali Kota Bontang

Lebih lanjut, Agusriansyah menyampaikan keberatannya terhadap pernyataan Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, yang sebelumnya menyebut bahwa Bupati Kutai Timur perlu belajar lagi tentang tata kelola pemerintahan. Menurutnya, komentar itu bukan hanya tidak beretika, tapi juga menunjukkan sikap arogan.

“Terus terang saya awalnya tidak mau ikut campur terlalu jauh. Tapi sebagai Ketua Tim Pemenangan ARMY dan anggota DPRD Provinsi Kaltim, saya sangat terusik. Kalimat yang dilontarkan oleh Wakil Wali Kota Bontang itu seperti ucapan anak kecil. Tidak pantas diucapkan oleh pejabat publik,” ujar Agusriansyah dengan nada kecewa.

Menurutnya, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, memiliki rekam jejak panjang dalam pemerintahan. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD, Wakil Bupati, dan kini menjabat sebagai Bupati untuk periode kedua.

“Beliau punya pengalaman yang jauh lebih matang dalam pemerintahan daripada Agus Haris. Tidak layak menyuruh seorang kepala daerah belajar tata kelola pemerintahan. Itu menunjukkan ketidakdewasaan dan sikap yang tidak tahu diri,” lanjutnya.

Agusriansyah mengimbau agar Wakil Wali Kota Bontang sebaiknya fokus pada tugas dan pelayanan kepada warganya, termasuk yang tinggal di perbatasan wilayah seperti Sidrap.

“Kalau memang serius ingin membangun, ya bangun dulu pelayanan dasar masyarakat di wilayahnya. Jangan malah sibuk menyindir kepemimpinan daerah lain,” tambahnya.

Kampung Sidrap: Bukan Wilayah Sengketa

Salah satu poin penting yang ditekankan oleh Agusriansyah adalah bahwa Kampung Sidrap bukanlah wilayah sengketa. Menurutnya, penggunaan istilah “sengketa” untuk menggambarkan kondisi tersebut justru memperkeruh suasana dan mengganggu proses mediasi.

“Permohonan yang diajukan ke Kemendagri agar Kampung Sidrap masuk ke wilayah Bontang itu tidak menjadikan wilayah ini bersengketa secara hukum. Sengketa itu harus ada dua klaim hukum yang setara. Ini kan tidak. Kutim sudah punya legal standing yang sah,” ungkapnya.

Ia menyebut bahwa seharusnya polemik ini dinikmati dalam konteks dinamika pemerintahan yang sehat, bukan justru menjadi bahan saling serang antarpejabat daerah.

“Kalau seperti ini, bagaimana Pemprov bisa menjadi fasilitator yang netral? Justru pernyataan-pernyataan arogan seperti itu membuat suasana makin sulit dimediasi. Padahal kita ingin semuanya kembali pada aturan dan kerja sama antarwilayah,” ucapnya.

Seruan untuk Fokus pada Mediasi dan Kolaborasi

Sebagai solusi, Agusriansyah mendorong agar semua pihak kembali ke meja mediasi dan membangun komunikasi yang konstruktif. Ia berharap Pemprov Kaltim dapat menjadi fasilitator yang efektif dalam menyelesaikan dinamika ini, tanpa harus terjebak pada narasi konflik berkepanjangan.

“Kita semua pemimpin publik. Tugas kita adalah mensejahterakan masyarakat. Jangan sampai rakyat menjadi korban karena ego politik antarpemimpin. Mari kita duduk bersama, bahas dengan kepala dingin, dan rumuskan solusi terbaik,” katanya.

Ia juga meminta agar Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim memprioritaskan kerja sama di wilayah perbatasan, terutama dalam hal pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan infrastruktur.

“Jangan karena klaim wilayah, warga tidak dapat pelayanan. Itu tidak etis. Warga di Sidrap juga berhak mendapatkan akses pelayanan tanpa diskriminasi,” katanya.

Penegasan Aturan Tapal Batas: UU 47/1999 dan Permendagri 25/2005

Untuk memperjelas posisi hukum, Agusriansyah mengutip Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pemekaran Wilayah, yang menjadi dasar pembentukan Kabupaten Kutai Timur, serta Permendagri Nomor 25 Tahun 2005 yang menegaskan tapal batas Kutim dan Bontang.

“Dua regulasi itu sudah cukup menjadi dasar. Jadi sebetulnya tidak ada ruang untuk perdebatan yang membingungkan publik. Tinggal bagaimana masing-masing kepala daerah patuh pada regulasi dan bersedia berdialog,” ujarnya.

Kampung Sidrap dan Masa Depan Tata Wilayah Kaltim

Isu Kampung Sidrap bisa menjadi batu loncatan penting bagi Kaltim untuk membenahi tata kelola wilayahnya secara menyeluruh. Dengan sinergi antarpemerintah daerah dan komitmen terhadap regulasi, potensi konflik seperti ini dapat diminimalisir ke depan.

Agusriansyah Ridwan berharap bahwa langkah Kutim menjadikan Sidrap sebagai desa definitif dapat menjadi contoh dalam memperkuat pembangunan berbasis regulasi dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat.

“Saya tegaskan lagi, mari fokus pada kepentingan rakyat. Stop saling menyalahkan. Kita ini dipilih rakyat untuk melayani, bukan saling serang. Sidrap adalah bagian sah dari Kutim, dan Pemkab Kutim punya tanggung jawab moral dan hukum untuk membangunnya,” tutupnya.(ADV).