Sangatta (24/3-2019)
Perusahaan perkebunan teridentifikasi banyak yang nakal. Nakal dalam berbagai hal. Mulai membangun kebun di luar hak guna usaha (HGU), termasuk tidak memberikan hak buruh sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Demikian dikatakan Ketua DPRD Kutim, Mahyunadi.
“Sebagian besar perusahaan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit di Kutai Timur itu tidak memberikan hak karyawan sebagai mana dalam UU. Termasuk membangun kebun di luar hak guna usaha miliknya,” jelas Mahyunadi pada wartawan, di ruang kerjanya.
Dikatakan, banyaknya demo karyawan, itu termasuk dipicu masalah tuntutan hak buru yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seperti UMR, status karyawan tidak jelas, termasuk jaminan kesehatan dan jaminan hari tua, banyak terabaikan. Karena itu, banyak buruh yang sering demo ke DPRD Kutim.
Untuk pembangunan kebun di luar HGU, diakui Mahyunadi, juga banyak. Bahkan, baru-baru ini pihaknya melakukan cros cek ke lokasi kebun di Sandaran, ternyata, di sana, ada sekitar lima perusahaan yang melanggar HGU. Mereka membangun kebun di luar HGU mereka. Akhirnya, masyarakat komplain.
Anehnya, dari temuannya di lapangan, saat dicek ke Badan Pertanahan, ternyata badan pertanahan nasional (BPN) tidak mau berikan izin lokasi bagi DPRD, untuk memastikan batas lokasi perusahaan berdasarkan HGU. Padahal, denah lokasi bukan dokumen rahasia. “Jadi kami berkesimpulan, di situ saja, ada kejanggalan. Karena itu, kami sepakat dengan pemerintah untuk sama-sama turun ke lapangan, untuk memastikan lokasi HGU perusahaan. Kebun perusahaan yang keluar dari HGU, harus dikembalikan ke negara, namun sawitnya tidak dicabut, tapi diserahkan ke masyarakat untuk jadi kebun plasma. Jadi tidak ada yang dirugikan, perusahaan tidak rugi tanam, sementara masyarakat juga tidak rugi,” katanya.
Temuan yang sangat mencolok di Sandaran, ada kebun, rumah masyarakat masuk HGU. “Ini jelas tidak baik. Sebab masyarakat sudah bermukim di sana turun temurun, lalu dimasukkan HGU, lalu masyarakat mau buat apa. Tapi itu kesalahan masa lalu. Jadi nantinya, setelah dilakukan peninjauan lapangan bersama dengan pemerintah, untuk memastikan batas HGU, maka kesalahan masalah lalu seperti itu, harus diperbaikai,” katanya. (ADV-DPRD KUTIM)