Beralaskan Tikar, Tidur Di luar Tenda Lebih Nikmat
MENJELANG wukuf, pusat perbelanjaan semakin ramai dengan jamaah dari berbagai negara termasuk warga Arab Saudi dan sekitarnya. Mereka berbelanja untuk persediaan selama di Arafah dan Mina, pengamatan saya mereka berbalanja beberapa barang yang dibutuhkan selama di Arafah seperti tikar, semprotan air dan payung serta makanan siap saji.
Jamaah ini berangkat ke Arafah umumnya menggunakan kendaraan umum atau pribadi, dari beberapa jamaah yang sempat saya temui ternyata warga negara Indonesia yang sudah lama tinggal di Arab Saudi seperti Makkah, Madinah dan Jedah.
Mereka mendapat kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji setelah mendapat ijin dari majikan, namun untuk bisa masuk Arafah, saudara – suadara kita ini harus lebih awal berada di Arafah karena bagi jamaah di luar jamaah haji resmi, wajib mengantongi surat ijin dari Pemerintah Arab Saudi jika tidak ada, kendaraannya sulit masuk kawasan Arafah.
Agar bisa masuk wilayah Arafah, mereka masuk bersamaan dengan kedatangan tim pertama jamaah haji yang pemberangkatannya dikoordinir maktab. Sekedar diketahui, untuk berangkat ke Arafah kemudian ke Musdalifah dan Mina, jamaah diberangkatkan bergantian karena bus yang diijinkan masuk terbatas sehingga jamaah.
Karenanya, bagi jamaah yang mendapat giliran terakhir hendaknya tidak buru-buru berniat dan mengenakan ihram karena bisa saja diberangkat malam hari. Proses pemberangkatan dari pemondokan ke Arafah, Musdalifah dan Mina memang diatur sedemikian rupa, yang pasti mereka yang tergolong resiko tinggi (Risti) lebih awal diberangkatkan ke Arafah.
Pengamatan saya, hendaknya saat berangkat ke Arafah, jamaah tidak lagi membawa tas tenteng cukup tas serut yang isinya kipas angin atau kipas, tikar, cangkir, obat seperlunya, batal tiup dan HP berikut chargernya. Sedangkan tas tenteng yang berisi pakaian ganti, alat mandi serta keperluan lainnya sebaiknya saat jamaah ke Arafah sudah diantar ke pemondokan di Mina, sehingga memudahkan jamaah saat berada di Musdalifah karena untuk ke Mina mereka naik bus lain. Sementara di Musdalifah hanya beberapa menit saja, sekedar mabit dan mengambil batu namun direpotkan dengan tas tenteng.
Selain itu, jika tas tenteng dibawa ke Arafah, membuat tenda jadi penuh sesak dengan tas jamaah sementara tenda yang disediakan untuk bermalam dan melakukan wukuf terbatas jumlahnya jangan satu satu maktab, satu kloter yang berjumlah 400 orang tidak mencukupi.
Karena itu, banyak jamaah yang di malam wukuf memilih berada di luar tenda, selain udaranya terbuka dan tidak pengap namun nikmat. Meski Tidur di luar tenda beralasan tikar saja karena berada di atas pasir tetap terasa di kapuk mahal, terlebih – lebih ditiup angin helikopter yang terban siang malam melakukan pemantauan dari udara. (Syafranuddin/bersambung)