MENGARUNGI Selat Makasar bukanlah tujuan utama Zakaria dan Marten, pada Sabtu (10/2) pagi. Mereka berdua bersama 5 penumpang lainnya, ingin mancing dan mendapatkan ikan sebanyaknya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga selain menyalurkan hobi serta mengisi masa pensiun.
Namun, ketika Kapal Tawarani Baru Sangatta yang mereka tumpangi berantakan dihantam ponton, perjalanan megais rejeki di Tanjung Mangkaliat Sandaran berubah 360 derajat. “Ketika kapal hancur, kami tak berpikir lagi dengan pancing atau apalah yang ada bagaimana bisa menyelamatkan diri,” kata Marten (63).
Di bawah siraman hujan, dinginnya laut ditambah gelap laut Tangjung Mangkaliat, membuat Marten pasrah dan menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Dalam keadaan tak berdaya, ia bertemu Zakaria – juragan Kapal Tawarani Baru.
Tak lama berselang mereka menemukan lantai papan serta boks ikan yang hayut terbawa arus. Dengan benda-benda yang ada, mantan pensiunan PT KPC ini melakukan upaya bertahan diri hingga mendapatkan pertolongan.
Minggu (11/2), Zakaria dan Marten mulai berbenah, papan kapal dan boks yang diberikan Tuhan sebagai benda penyelamat, mereka tata hingga menjadi rakit mini. Sebagai pengingkat, mereka menggunakan tali pancing dan kain training milik Marten. “Rakit itu kami buat untuk menjadi tempat kami berdiam, di tengahnya ditempatkan boks ikan,” kata Marten.
Hari demi hari mulai mereka jalani berdua, perut keroncongan dan haus yang luar biasa mereka tahan seraya berdoa mendapat pertolongan Tuhan. Terpaan alam yang luar biasa, mau tidak mau dirasakan keduanya.
Meski demikian, dalam benak mereka berdua pertolongan pasti datang meski Marten sempat frustasi. Dalam keadaan yang berat itulah, tiba-tiba rakit mereka di datangi kura-kura tentu membuat keseimbangan rakit terganggu sementara ombak terus menghancam dan sewaktu-waktu bisa menghancurkan rakit. “Ombaknya besar-besar, untung saja rakit masih bertahan bahkan ketika kura-kura ukuran besar tiba-tiba naik ke rakit, kami sempat kaget karena takut rakit rusak terpaksa kura-kura itu diusir,” cerita Marten.
Dalam perjalanan tak tahu arah, namun diperikirakan Marten, Rabu malam, mereka berdua nyaris ditabrak kapal tanker. Dalam beberapa jarak beberapa puluh meter, Marten berdiri di boks kemudian memberi tanda dengan menggunakan stiker skotlite yang ada pada pelampungnya. “Puji Tuhan, dalam jarak dekat kapal tangker itu tiba-tiba putar haluan jika tidak habis sudah kami, gelombangnya aja besar,” kata Marten yang kelahiran Manado.
Setelah terancam ditabrak kapal tangker, kami berdua, ujar Marten, hanya berserah diri kepada Tuhan. Kamis siang itu, kami hanya berdoa saja, berharap ada pertolongan. Bertahan 5 hari tanpa makan dan minum yang memadai, diakui Marten secara perlahan membuat daya tahan tubuhnya merosot.
Disaat ketidakberdayaan itu, mereka melihat sebuah kapal tug boat melintas sehingga dengan segala daya yang ada berusaha memberitahu awak kapal. Usaha ini, ternyata tak sia-sia. Kapal yang belakangan bernama TB Sophia V, tiba-tiba mengurangi kecepatannya dan berusaha mengarah ke mereka.
Saat ABK Sopia V melemparkan pelampung, Marten tanpa sadar langsung loncat sementara jarak pelampung masih jauh. Namun, karena ia masih mengenakan pelampung, secara perlahan palampung TB Sopia V berhasil ia gapai, demikian dengan Zakaria. “Ketika memegang pelampung dan diangkat ke kapal, saya langsung tak berdaya. Badan ini seperti lepas semua, setelah kami diberi baju hangat dan mimunan hangat yang cukup manis barulah saya menyadari kalau saya sudah selamat,” ungkap Marten yang saat menceritakan terus menerus bersyukur dan menyampaikan terima kasih kepada ABKI TB Sophia V.(SK2)