SANGATTA (3/1-2019)
Tersendatnya penyaluran dana kurang salur Rp918 M ke Kutim oleh pemerintah pusat, dinilai Irwan – Ketua Gerakan 20 Mei Kutim, janggal, pasalnya informasi yang ia dapat, APBN tahun 2018 sehat meski perekonomian global dinamis sehingga berdampak terhadap nilai tular rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Iwan yang kini tercatat kader Partai Demokrat, mengutip keterangan Menkeu Sri Mulyani ketika Raker dengan Komisi XI DPR-RI, Senin (10/9-2018) lalau yang menyebutkan penerimaan negara akhir bulan Agustus 2018 sebesar Rp1.152,7 triliun atau 60,8 persendari target penerimaan Rp1.894,7 triliun yang diakui terjadi pertumbuhan tumbuh 18,4 persen dibandingkan dengan perolehan sama tahun lalu yang hanya tumbuh sebesar 11 persen.
“Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kala itu mengatakan kondisi APBN 2018 masih cukup baik karena masih tingginya penerimaan negara dibandingkan dengan belanja negara,” ungkap calon anggota DPR-RI asal Kaltim ini kepada Suara Kutim.com, Rabu (2/1) kemarin.
Bahkan, ujar pria asal Sangkulirang ini, Menkeu dihadapan anggota DRI-Ri, menyatakan dari setiap pelemahan Rp100 kurs rupiah terhadap dolar, justru pendapatan naik Rp4,7 triliun dan belanja naiknya Rp3,7 triliun. Karena penerimaan lebih tinggi dari pada belanja, maka balancenya positif sebesar Rp1,6 triliun.
Dari keterangan Menkeu Sri Mulyani yang menggambarkan bahwa APBN tahun 2018 baik-baik saja terlebih pemerintah tidak mengusulkan APBN-Perubahan, kata Irwan menjadi pertanyaan karena dana kurang salur untuk Kutim pada tahun 2018 tidak penuh atau jauh dari harapan sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Kondisi seretnya dana kurang salur yang diterima Kutim, diharapkannya bisa dijelaskan Pemkab Kutim secara terang benderang kepada masyarakat sehingga tidak ada kecurigaan yang berdampak terhadap kepercayaan kepada pemkab.
“Kekecewaan kontraktor, masyarakat dan stakeholder masyarakat Kutim tidak cukup hanya dijawab dengan penjelasan bahwa uang itu akan disalurkan tahun depan, meminta masyarakat untuk memaklumi, dan sebagainya. Sikap seperti ini akan mengundang pengulangan kebijakan yang keliru. Karena pemotongan atau penundaan anggaran itu hanya untuk daerah yang mendapatkan sanksi. Atau di balik ini semua sebenarnya Pemda mendapatkan sanksi yang tidak pernah dijelaskan secara terbuka kepada masyarakat karena jika alasannya anggaran di APBN tidak cukup, itu tidak logika karena penerimaan negara di APBN 100% tercapai. Mestinya jika penerimaan 100%, realisasi anggaran juga 100%, jadi menerima defisit ini terjadi, sama saja dengan menerima kebohongan itu tersendiri mengenai penerimaan dan realisasi anggaran negara,” ungkapnya.
Pemimpin Kutim, sebut Irwan, harus berani memimpin protes publik karena beliau harus jadi pelayan atas keluhan masyarakat. Menurutnya, kondisi yang dialami Kutim dalam beberapa tahun terakhirt ini tidak bisa dibiarkan oleh pemimpin di daerah terus menerus. “Masyarakat memiliki kecerdasan dan ingatan untuk menilai peristiwa defisit anggaran yang terjadi sekarang,” imbuhnya.
Sebelumnya Kepala Bapenda Kutim Musyaffa dalam jumpa pers menerangkan Menkeu melalui PMK Nomor 103 Tahun 2018, menyatakan Kutim akan menerima Rp918 miliar dana kurang salur. Kmeudian direvisi sehingga menguntungkan Kutim karena ada kenaikan Rp57 miliar. Namun, faktanya, yang disalurkan hanya Rp200 miliar, padahal, akibatnya defisit Rp711 miliar. (SK2/SK11)