Sejumlah jamaah haji sempat tiduran di pelantaran Masjid Nabawi |
SANGATTA,Suara Kutim.com
Jamaah calon haji yang tidak terdaftar di Kementerian Agama tinggal di pemondokan mirip barak Tenaga Kerja Indonesia di Makkah, selain itu ada puluhan terlantar hingga lima jam di Terminal Haji Bandara King Abdul Aziz, Jeddah karena tidak ada yang mengurus.
Konsul Jenderal RI di Jeddah, Dharmakirti Syilendra menegaskan jamaah yang dipondokan di pemondokan tidak layak dan terlantar di Bandara King Abdul Aziz, menegaskan mereka bukan jamaah undangan Kerajaan Arab Saudi.
Dharmakirti Syailendra, menyebutkan undangan raja tidak masuk dalam haji kuota sehingga bisa disamakan dengan haji non kuota yang diselenggarakan pihak-pihak tertentu. “Perbedaannya mencolok beribadah haji atas undangan raja, pasti terjamin segala sesuatunya termasuk tidak dipungut biaya sama sekali dan kelasnya di atas jamaah haji plus yakni VVIP, VIP, dan non VIP,” terangnya.
Sementara kontributor Suara Kutim.com Abdurahman di Makkah menyebutkan, banyak jamaah haji Indonesia non quota ditemukan Petugas Haji Indonesia, datang ke Makkah setelah membayar tidak sedikit Rp80 juta bahkan sampai Rp120 juta.
Abdurahman, menyebutkan, Pemerintah Arab Saudi tidak bisa menolak seorang calon haji apabila memiliki visa. Jamaah no quota dari Indonesia, biasanya diberangkat melalui jalur penerbangan negara lain seperti Malaysia. “Mereka wajib membayar general service untuk mendapatkan layanan transportasi, dan maktab di Arafah Mina namun tidak memiliki pondokan jelas di Makkah karenanya tidak mendapat pelayanan yang layak bahkan terlantar sementara yang memberangkatan tidak jelas keberadaannya,” ujar Abdurahman yang kini menjadi salah satu calon haji karena sedang menempuh pendidikan di Mesir.
Mengutip keterangan Dharmakirti, pria asal Samarinda mengingatkan warga Indonesia jangan mudah terpedaya kepada agen yang bisa memberangkatkan dengan cara non quota karena bakal kesulitan selama berada di tanah suci. “Sebaiknya jamaah tidak berhaji dengan menggunakan visa bebas atau non kuota,” pesan Dharmakirti.
Menyinggung mereka yang mendapat undangan raja untuk melaksanakan ibadah haji, Dharmakirti menegaskan undangan raja diberikan kepada orang-orang yang diundang sehingga mendapatkan visa khusus. Ia menambahkanm surat undangan yang dikirim raja spesifik dengan nama jelas. “Penerima undangan raja orang yang dianggap memiliki hubungan baik, memperkuat hubungan kedua negara,” ungkapnya seraya menambahkan undangan raja akan dikoordinir Kedutaan Besar Arab Saudi.
Dijelaskan, setiap undangan berbeda-beda seperti karena di Pemerintahan Arab Saudi yang bisa mengundang jamaah haji atas nama raja yakni Rabithah Alam Islami yang biasanya mengundang alim ulama atau organisasi massa Islam, Kedutaan Besar Arab Saudi di luar negeri, dan Protokol Istana. Kelas layanannya juga beda-beda, kalau undangan raja yang dikoordinasikan royal protokol biasanya dapatnya VVIP, kemudian ada VIP dan Non VIP namun semuanya tetap mendapatkan pelayanan mulai airport, tiket, bahkan di Arafah menempati maktab khusus.
Menurut Abdurahman, petugas haji banyak menemukan jamaah haji yang mengaku bisa berangkat karena diundang kerajaan. Anehnya, mereka sudah berada di Makkah bersamaan dengan jamaah haji Indonesia mulai diberangkatkan, sementara haji atas undangan kerajaan baru berangkat tanggal 25 dan 27 September lalu. “Hampir setiap hari petugas haji menemukan jamaah non quota yang tersasar dan mengaku tidak jelas nasibnya,” terang Abdurahman.(SK-05)