SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Dengan wilayah yang sangat luas dan memiliki 18 kecamatan, Kabupaten Kutai Timur ternyata hingga kini masih kekurangan tenaga kesehatan (Nakes), khususnya dokter spesialis yang harus ditempatkan pada desa-desa di pelosok Kutim.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kutai Timur, Bahrani Hasanal mengatakan pemerintah pusat saat ini sudah mengeluarkan larangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengangkatan tenaga honorer. Namun demikian kebutuhan akan tenaga kesehatan di Kutai Timur masih sangat mendesak. Karenanya Dinkes Kutim melakukan beberapa langkah strategis untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Dalam memenuhi kebutuhan tenaga dokter spesialis, kami dari Dinas Kesehatan berupaya dengan memberikan beasiswa spesialis kepada dokter. Selain itu, kami juga memberikan insentif sebesar 65 juta rupiah per bulan. Namun demikian, kebutuhan dokter spesialis masih jauh dari cukup,” ujar Bahrani kepada wartawan.
Dijelaskan, bahwa Kalimantan Timur tidak memiliki banyak tenaga kesehatan seperti daerah lain di Indonesia. Ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk keterbatasan kebijakan yang memungkinkan pemerintah daerah untuk mengangkat tenaga kesehatan tambahan.
“Kami membutuhkan sekitar 22.000 pegawai di Kutim. Namun saat ini kami baru memiliki sekitar 13.000 pegawai, termasuk tenaga kesehatan,” jelas Bahrani. Kekurangan ini juga terlihat jelas di rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kutim, terutama rumah sakit yang baru saja didirikan.
Masalah utama yang dihadapi adalah kurangnya dokter spesialis dalam bidang-bidang penting seperti radiologi, penyakit dalam, Anak dan patologi klinik.
“Seperti di Rumah Sakit Muara Bengkal yang kami upayakan masuk tipe D. Sedangkan syarat untuk RS tipe D harus memiliki 4 dokter spesialis. Kami baru ada 2 dokter spesialis,” bebernya.
“Untuk memenuhi kebutuhan minimal, kami membutuhkan setidaknya empat dokter spesialis dalam setiap kategori, seperti kandungan, Anak, Anastesi dan penyakit dalam. Namun, saat ini kami belum mampu mencapainya,” imbuhnya.
Selain insentif yang telah disebutkan, Dinas Kesehatan Kutai Timur juga berupaya menarik tenaga kesehatan dengan berbagai cara lain. Seperti memberikan insentif. Namun, tantangan tetap ada, terutama karena kurang minatnya para dokter spesialis yang membuat pemerintah daerah kesulitan memenuhi kebutuhan tersebut.
“Bayaran yang diminta oleh para dokter spesialis memang tinggi, dan hal ini menjadi kendala utama bagi kami,” tambahnya.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, Bahrani menyadari bahwa solusi jangka panjang diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Perlu ada kebijakan yang lebih fleksibel dari pemerintah pusat, serta dukungan yang lebih besar untuk daerah-daerah yang menghadapi tantangan serupa.
“Kami berharap pemerintah pusat bisa lebih memahami situasi di daerah-daerah seperti Kutai Timur. Diperlukan kebijakan yang memungkinkan kami untuk lebih leluasa dalam menambah tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis, agar pelayanan kesehatan di daerah kami bisa semakin baik,” tutup Bahrani.(Red-SK/ADV)