SANGATTA (19/7-2019)
Masalah masih rendahnya partisipasi masyarakat Kutim di Pilgub Kaltim, menjadi perhatian berbagai kalangan yang menjadi peserta Focus Group Discussion. Acara yang digelar di Hotel Royal Victoria Sangatta Utara ini, panitia menghadirkan Sayuti Ibrahim – Komisioner KPU Kutim, Mutanto – Panwascam Sangatta Utara, M. Syafranuddin – Badan Kesbangpol Kutim dan Faelasup – Dosen STAIS.
Dipandu Basuki Isnawan, upaya mengajak masyarakat yang sudah punya hak pilih sudah dilakukan KPU dan Pemkab Kutim termasuk Panwaslu. Namun, berdasarkan evaluasi ternyata faktor tertinggi penyebab Golput yakni rendahnya kepedulian. “Berdasarkan data jumlah surat undangan yang tidak terbagi dengan yang terbagi, ternyata masih banyak undangan yang terbagi tidak datang ke TPS. Selain itu, KPU telah memberikan kemudahan bagi pemilih yang tidak mendapat surat undangan serta terdaftar di DPT namun punya KTP elektronika, diperbolehkan memilih. Namun kenyataanya, angka partisipasi pemilih masih jauh dari harapan,” kata Sayuti Ibrahim – Komisioner KPU Kutim.
Sementara Mustanto menilai rendahnya partisipasi masyarakat bukan juga karena ketatnya pengawasan, namun rendahnya kepedulian sebagai warga negara. “Panwaslu melakukan kegiatan berdasarkan UU dan PKPU, tujuannya agar money politik yang merusak demokrasi bisa diperkecil sehingga Pilkada berkualitas serta melahirkan pemimpin yang diharapkan masyarakat,” ujar Mutanto.
Hal senada dikemukan Syafranuddin yang kesehariannya Kepala Bidang Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Kewaspadaan Badan Kesbangpol Kutim. Menurutnya, Pemkab Kutim berusaha membantu KPU dan Panwaslu dalam persiapan dan pelakaan Pilkada Kaltim, Pemilu dan Pilpres 2019. “Rendahnya partisipasi masyarakat karena kepedulian pemilih rendah, karena ada TPS yang berada di suatu kawasan tertentu yang datang memberikan suara sedikit sementara pemilik suara lebih suka bekerja karena mendapat upah lembur,” ungkapnya.
Sebagai saran, ia secara pribadi menyarankan hari pemungutan suara tidak lagi pad ahri kerja yang diliburkan tetapi memang hari libur atau memilih bukan lagi hak tetapi kewajiban sebagai WNI. “Kesadaran masyarakat harus didongkrak, pada era Orde Baru tingkat partisipasi masyarakat tinggi bahkan untuk membuat TPS masyarakat bergotong royong. Bahkan saat itu tidak ada tinta bukti telah mencoblos, sementara di era reformasi semua sudah dipersiapkan matang sehingga harus mengeluarkan uang ratusan miliar,” bebernya.
Hal senada diakui Faelasup – seorang Dosen STAIS yang menilai kepedulian masyarakat masih rendah pada Pilkada Kaltim. Ia mengajak, kalangan akademis harus terlibat dalam pesta demokrasi agar kesadaran poltik masyarakat meningkat.
Menurutnya, rendahnya partisipasi masyarakat karena rendahanya kesadaran politik. “Civitas Kampus harus rajin ikut mengedukasi masyarakat terkait Pemilu dan Pilpres 2019 terutama melalui pertemuan informal baik dalam lingkungan kampus maupun luar kampus, karena pendidikan demokrasi yang haqiqi itu belum dilakukan maksimal,” ungkapnya.
Diakhir pertemuan, peserta dan nara sumber sepakat untuk lebih meningkatkan edukasi kepada masyarakat akan arti Pemilu dan Pilpres 2019. “Pemilu dan Pilpres mendatang bukan semata tugasnya KPU dan Bawaslu, tetapi tuga semua elemen masyarakat,” ujar Basuki sebagai moderator.(SK13)