SuaraKutim.com, Jakarta – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutai Timur melakukan konsultasi langsung ke Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta, Senin (16/10/2023).
Kedatangan tim perizinan DPMPTSP Kutim ini untuk memperjelas mekanisme pengajuan izin pendirian klinik atau yang lebih dikenal dengan penerbitan sertifikat standar klinik.
Penata Ahli Muda Perizinan DPMPTSP Kutim, Susanti mengatakan untuk mekanisme pengajuan perizinan klinik, memang langsung diajukan secara online melalui OSS (Online Single Submission). Namun dalam konsultasi kali ini, pihaknya lebih menekankan pada mekanisme pengajuan perizinan klinik kecantikan.
“Jadi kami fokus pada mekanisme pengajuan perizinan klinik kecantikan. Karena saat ini sudah ada beberapa pengajuan perizinan klinik kecantikan yang masuk di OSS dan kami harus melakukan verifikasi sebelum diterbitkan sertifikat standar klinik mereka,” ucap Susanti, Senin (16/10/2023).
Lanjutnya, secara umum sebenarnya tidak ada permasalahan dalam pengajuan izin beroperasinya sebuah klinik karena selain pengajuannya langsung melalui OSS, juga syarat operasionalnya mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 14 tahun 2021. Namun yang menjadi permasalahan, dalam OSS ternyata tidak ada klausul terkait pengajuan izin klinik kecantikan, yang ada hanya pengajuan klinik dengan status Pratama.
“Jika mengacu pada OSS, tidak ada klausul terkait pengajuan perizinan klinik kecantikan, yang ada (izin, red) adalah klinik Pratama. Sementara klinik kecantikan yang ada di Sangatta saat ini pengajuannya adalah klinik kecantikan dan hanya mau melayani perawatan kecantikan. Sedangkan jika mereka nantinya berstatus klinik Pratama, mereka harus juga melayani sejumlah tindakan medis. Seperti jika ada warga yang sakit dan hendak berobat maka mereka harus melayani pengobatannya. Jadi mereka harus memiliki dokter umum,” jelas Susanti.
Lebih jauh dikatakan, dengan adanya kemudahan dan percepatan berusaha yang merupakan program pemerintah pusat hingga daerah, yakni memberikan keringanan bagi seluruh pelaku usaha untuk berinvestasi dan membuka peluang usaha, termasuk klinik.
“Jadi sudah kami konsultasikan apakah sebuah klinik kecantikan wajib memiliki dokter spesialis perawatan kulit dan kelamin (SpKK) dan atau dokter spesialis dermatologi dan venereologi (SpDV), ternyata tidak. Tetapi minimal ada dua dokter umum dan salah satunya telah memiliki sertifikat keahlian di bidang kecantikan atau memang seorang dokter spesialis sebagaimana kami sebutkan tadi. Sedangkan untuk kepemilikan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung, red) yang merupakan pengganti dari IMB, pemerintah memberikan keringanan sebuah klinik yang sudah terbit sertifikat standarnya maka bisa tetap beroperasi sambil mengurus penerbitan PBG,” pungkas Susanti.(Red/SK-01/Adv)