Sangatta (25/3-2019)
Aksi demo buruh perkebunan sawit, kerap terjadi di Kutai Timur. Hal ini menjadi perhatian khusus Ketua DPRD Kutim, Mahyunadi yang sering berhadapan langsung dengan para buruh saat menggelar aksi demo di Gedung DPRD Kutim.
“Demo buruh sawit di Kutim ini sering terjadi. Permasalahannya sebenarnya ada pada keduabelah pihak, yakni perusahaan dan buruh itu sendiri,” ujar Mahyunadi.
Dikatakan, padahal aturan yang mengatur tentang ketenagakerjaan di Indonesia ini sudah sangat jelas, bagaimana mekanisme, mulai pengrekrutan hingga pemberian gaji dan jaminan sosial bagi tenaga kerja, termasuk buruh. “Aturannya sudah sangat jelas dan tegas. Perusahaan yang mengrekrut tenaga kerja wajib memberikan upah sesuai standar minimum pengupahan yang sudah ditentukan pemerintah daerah. Belum lagi, perusahaan juga harus memberikan jaminan sosial, untuk kesehatan dan ketenagakerjaan. Hanya saja banyak perusahaan yang nakal. Buruh mereka hanya berstatus tenaga kerja lepas dan tidak terikat kontrak resmi. Menjadi celah bagi perusahaan untuk lepas tanggung jawab,” ujarnya.
Tidak hanya persoalan perusahaan, pihak buruh juga terkadang tidak mau mengikuti aturan resmi dalam penerimaan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjan. “Kebanyakan buruh sawit di daerah kita ini adalah pendatang dari luar daerah. mereka belum memiliki KTP elektronik sebagai penduduk Kutim. Adapula yang memang tidak mau mengurus KTP elektronik Kutim. Padahal, jika ingin memiliki jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, modal awal mereka adalah terdata sebagai penduduk sah Kutim, jadi wajib punya KTP elektronik Kutim. Akibatnya, mereka tidak punya BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Ketika ada yang sakit dan tidak ditangani perusahaan atau ketika dipecat secara sepihak, baru demo. Jadi sama-sama tidak mau taat aturan,” ujar Mahyunadi.(ADV-DPRD KUTIM)