SANGATTA (22/1-2019)
Ketua DPRD Kutim Mahyunadi mengakui wajar tututan kontraktor dan pemilik lahan di Bukit Pelangi (BP) Sangatta utara. Namun ia beraharp kontraktor bisa memahami keterlambatan pembayaran terhadap pekerjaan mereka dikarenakan defisit anggaran.
“Tuntutan kontraktor itu wajar,sebab mereka sudah kerja, namun belum terbayar. Karena itu, mereka menunut agar dibayar,” katanya, Selasa (22/1).
Terkait kapan bisa dilakukan , Mahyunadi menjelaskan, untuk utang tahun anggaran 2016-2017 yang semula dijadwalkan tahun 2018 karena defisit lagi digeser pada triwulan I tahun 2019. Itu dilakukan karena memang pemerintah sudah memiliki daftar utang di tahun itu, dan DPRD juga telah sepakat, semua utang 2016-2017 dibayar di awal 2019.
Sementara untuk utang proyek tahun 2018, yang tidak terbayar pada tahun 2018 imbas defist tahun 2018, tetap dilakukan pembayaran setelah utang tahun 2016 dan 2017 selesai karena harus dilakukan pendataan ulang utang proyek tahun 2018. “Ini masalah adminitrasi saja, semua dibayar, namun tinggal menunggu daftar utang tersebut,” jelas Mahyunadi.
Ditanya nilai utang Pemkab Kutim, Mahyunadi mengatakan belum tahu pasti. Sebab nilai utang 2018, belum disampaikan ke DPRD Kutim, Namun, untuk utang tahun 2016-2017 sekitar Rp320 miliar. “Itu di luar proyek multy years,” terangnya usai memimpin haering dengan sejumlah warga masyarakat dan kontraktor.
Dalam pertemuan itu, Mahyunadi menjelaskan, membengkanya nilai utang tahun 2018, karena pemerintah pusat tidak memenuhi janji untuk mentransfer dana kurang salur 2017 yang nilainya sekitar Rp710 miliar, yang telah dijanjikan dalam Peraturan Menteri Keungan (PMK). Sementara Pemkab dan DPRD Kutim menetapkan anggaran di APBD perubahan 2018 sesuai dengan PMK. “Yang menjadi masalah karena pekerjaan telah dilaksanakan, sementara dana tidak ditransfer pemerintah sesuai dengan PMK. Karena itu, Kutim kembali defisit. Namun DPRD dan pemerintah komitmen untuk bayar, ini soal waktu saja,” sebutnya.(SK2)