SANGATTA (12/4-2019)
Rencana Kementrian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) melakukan pembatasan jumlah ekspor batu bara dan wajib terlebih dahulu memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri sebelum melakukan ekspor, mempengaruhi sejumlah daerah yang selama ini mengandalkan bagi hasil dari pengusahaan produksi batu bara tersebut.
Ini akan dirasakan Pemkab Kutai Timur yang setiap tahunnya mengandalkan Dana Bagi Hasil (DBH) produksi Batu Bara dan royalti dari Minyak dan Gas, untuk memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Namun rencana Kementrian ESDM ini dianggap Sekretaris Daerah (Sekda) Irawansyah tidak mungkin diberlakukan, terutama untuk Kutim. Pasalnya, perusahaan batu bara yang saat ini beroperasi di Kutim berstatus kontrak PKP2B yang sudah terikat kontrak dengan pihak asing atau pembeli batu bara. “Mustahil perusahaan sekelas PT Kaltim Prima Coal atau KPC kemudian mengurangi jatah ekspor batu baranya, sementara pihak perusahaan sudah jauh-jauh hari memiliki perjanjian atau kontrak dengan sejumlah Negara atau perusahaan luar negeri, yang selama ini membeli batu bara mereka dengan kapasitas yang telah ditetapkan,” terangnya.
Disebutkan Irawan, pemerintah mempunyai kewajiban melindungi kontrak atau perjanjian kerjasama yang sudah terjalin antara perusahaan batu bara yang saat ini sudah beroperasi di Indonesia dengan pihak perusahaan luar negeri. Sehingga tidak mungkin pemerintah pusat dengan serta merta melakukan pengurangan ataupun penghentian jumlah eksport yang saat ini sudah berjalan. Namun kemungkian pengurangan atau pembatasan jumlah eksport batu bara tersebut bisa dilakukan jika nantinya kontrak PKP2B perusahaan batu bara yang ada di Indonesia telah berakhir dan diharuskan memulai kontak baru.(ADV-Humas Setkab Kutim)