SuaraKutim.com, Sangatta – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Timur terus melakukan pembenahan pengelolaan sampah, mulai dari kebersihan kota Sangatta hingga pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA).
Penataan serta pembenahan pengelolaan sampah di Kabupaten Kutai Timur, khususnya di Kota Sangatta memang sengaja dilakukan sebagai upaya untuk meraih penghargaan Kalpataru pada tahun 2025, mendatang.
Menurut Kepala DLH Kutim, Armin Nazar bahwa upaya peningkatan kualitas kebersihan kota Sangatta, telah mengalami kenaikan yang signifikan. Mulai dari mengatur pola waktu membuang sampah di lingkungan warga, hingga memaksimalkan pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di Batota.
Namun diakui Armin, yang kerap menjatuhkan poin penilaian Kalpataru untuk Kutim adalah buruknya pengelolaan TPA Batota. Sementara porsi anggaran yang diberikan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Kutim masih jauh dari kata cukup.
“Yang menjadi permasalahan di Kalpataru, skor tertinggi ini ada di pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan ini belum maksimal, penganggaran kita masih terbatas. Bahkan kami sudah coba usulkan di anggaran perubahan, tetapi tidak masuk,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (23/10/2023).
Lanjutnya, dengan dukungan anggaran yang memadai pihaknya merencanakan untuk membangun Sanitary Landfill di TPA Batota.
Sanitary landfill adalah tempat pembuangan sampah yang mengurangi dampak lingkungan, di mana sampah diratakan dan ditutup dengan lapisan tanah.
Langkah tersebut menurut Armin akan membantu mengatasi masalah di TPA, sambil memastikan tangkapan gas metan untuk menghindari insiden seperti yang terjadi di Bantar Gebang.
“Jadi harus direncanakan dulu, kemudian menata, setelah itu baru bikin Sanitary Landfill. Kalo itu sudah bisa terlaksana saya optimis dapat penghargaan Kalpataru,” jelasnya.
Selain itu, upaya pengelolaan sampah di TPA terfokus pada prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R). Namun menurutnya, untuk pemanfaatan sampah organik di TPA Batota belum maksimal. Sehingga untuk pemanfaatan sampah organik masih di tempat pembuangan sampah terpadu (TPST).
“Dengan menerapkan pola 3R (Reduce, Reuse and Recycle, red), maka sampah organik bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Sebab jika di TPA, meski kita pakai pola yang sama tapi untuk pemanfaatannya belum maksimal. Jadi untuk sementara pemanfaatan sampah organik masih di tempat pembuangan akhir terpadu (TPST),” jelas Armin.(Red/SK-02/Adv)