SANGATTA (20/4-2018)
Laporan Pertanggungjawaban Pemkab Kutim terhadap pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2018 mendapat catatan banyak dari DPRD Kutim. Catatan berupa rekomendasi itu, disampaikan Panitia Kerja (Panja) dalam Rapat Paripurna DPRD Kutim, Jumat (20/4).
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Yulianus Palangiran dihadiri Ketua DPRD Mahyunadi, Wakil Ketua DPRD Ec UR Firgasih, Bupati Ismunandar, Wabup Kasmidi Bulang, Sekda Irawansyah serta anggota Forkominda, secara bulat menerima hasil kerja Panja yang diketuia Harpandi menjadi produk DPRD Kutim untuk disampaikan ke Bupati Ismunandar agar diperhatikan.
Dalam Laporannya, Panja LKPJ yang terdiri Harpandi sebagai ketua, Arang Jau – wakil ketua, Burhanuddin – Sekretaris dengan anggota Sayid Anjas, Agus Aras, Hasbullah Yusuf, Uce Prasetyo, Ngafifudin, Agiel Suwarno, Edi Sentosa, David Rante, Sobirin Bagus, Mastur Jalal, Herlang, dan Piter Palinggi, mengungkapkan sejumlah persoalan yang harus menjadi perhatian Pemkab Kutim seperti alokasi dana kesehatan yang mengalami kenaikan dari Rp93,1 M menjadi Rp129,3 namun masih jauh dari besaran anggaran kesehatan yang seharusnya minimal 10 persen dari APBD di luar gaji seperti amanat UU Kesehatan.
Laporan Panja yang dibacakan Burhanuddin, juga menyoroti terjadinya peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.780 jiwa sehingga warga Kutim yang tergolong miskin menjadi 31.950 jiwa, sedangkan tahun 2017 tercatat 30.170 jiwa.
“Bertambahnya warga miskin ini, hendaknya Pemkab Kutim lebih meningkatkan upaya pengentasan kemiskinan melalui program-program yang berpihak kepada rakyat miskin,” kata Burhanuddin dihadapan 25 anggota DPRD dan puluhan undangan.
Terkait ADD tahun 2017, diungkapkan penyalurannya belum sesuai ketentuan berlaku. Diungkapkan, berdasarkan LKPJ Bupati Kuti, dilaporkan ADD mencapai Rp136,443 miliar dan yang terserap hanya Rp60 M.
Berdasarkan Permendagri Nomor 52 Tahun 2015 seharusnya mencapai Rp221,8 M yang diperhitungkan dari APBD Kutim TA 2017 sebesar Rp2,7 triliun dikurangi DAK sebesar Rp545,6 M. “Ini berarti ada kekurangan alokasi anggaran sebesar Rp145,6 M yang sebenarnya hak seluruh desa di Kutim,” beber Burhanuddin.
Tidak taatnya dalam pengalokasian ADD, ditegaskan berdampak terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat yakni terjadi pemangkasan atau pemotongan. Panja LKPJ, mengingatkan Pemkab Kutim bisa mengalokasikan ADD minimal 10 persen dari dana perimbangan.
Meski memberikan sejumlah catatan, Panja LKPJ Bupati Kutim tetap berharap Pemkab Kutim kembali mendapat prediakt Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu, Panja juga mengakui goncangan terhadap APBD Kutim karena goncangan akibat kelebihan salur sejak tahun 2013 hingga 2015 yang mencapai Rp850 M sehingga membebani APBD Kutim. “Mudah-mudahann Pemkab Kutim cepat melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka melakukan penjadwalan ulang terhadap pembayaran utang lebih salur tersebut dalam tempo 8 atau 10 tahun mendatang,” harap Panja dipenghujung laporannya.(ADV-DPRD KUTIM)