SuaraKutim.com, Sangatta – Kasat Reskrim Polres Kutai Timur, Iptu I Made Jata Wiranegara saat melakukan konfrensi pers di mako Polres Kutai Timur, dalam mengungkap kasus pelecehan seksual beberapa waktu lalu, menyampaikan bahwa hampir diseluruh kasus pelecehan seksual yang ditangani pihak kepolisian, rata-rata pelakunya adalah keluarga terdekat.
“ini perkara ke 31 dari seluruh penanganan kita di jajaran Polres maupun Polsek, sepanjang Januari hingga Oktober ini, rata-rata pelakunya kita temukan keluarga dekat. Kemarin juga kita temukan ayah kandung dan paman sendiri yang menjadi pelaku,” ungkapnya
Melihat fenomena tersebut jurnalis SuaraKutim.com mendatangi kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), untuk melakukan wawancara bersama Kepala UPTD PPA Siti Hajerah, Psikologi Klinis Syarifah Nur Latifah serta bersama Konselor Pendamping Pipit Priyanti yang bertugas mendampingi kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Kabupaten Kutai Timur, Kamis (26/10/22).
Psikologi Klinis UPTD PPA, Syarifah Nur Latifah meyampaikan bahwa salah satu faktor kenapa orang terdekat seperti keluarga sangat mudah menjadi pelaku pelecehan seksual, karena adanya sistem relasi kuasa di keluarga. Kekerasan seksual yang terjadi karena adanya penyalahgunaan relasi kuasa atau power abuse, biasanya terjadi jika pelaku memiliki status hirarkis yang lebih tinggi dibanding korbannya. Misalnya saja, pengajar pada anak didiknya, atasan di tempat kerja pada karyawan, tokoh masyarakat pada masyarakat biasa, orangtua pada anaknya, dan lain sebagainya.
“Korban secara relasi kuasa biasanya ada dibawah pelaku, misalkan anak dan orang tua, sehingga dalam relasi itu korban untuk menolak juga kesulitan,” jelasnya.
Kemudian Syarifah menambahkan, bahwa dalam relasi kuasa selalu terdapat pihak yang memiliki atribusi serta power yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, serta menggunakan hal tersebut untuk menguasai individu atau kelompok yang dianggap lemah.
“Karena kan yang melakukan ini adalah figur-figur yang idealnya menajdi figur amannya dia (korban, red) sehingga ketika itu dilakukan oleh figur tersebut yang mempunyai otoritas dalam rumah tangga, korban kesulitan untuk menolak kemudian juga kebingungan bagaimana cara dia mencari pertolongan, sehingga tindak kekerasannya itu bisa lebih dari satu kali,” terangnya.
Sedangkan Konselor Pendamping UPTD PPA, Pipit Priyanti menyampaikan pada kasus terakhir yang menimpa anak berusia 11 tahun di Kutai Timur, juga menampilkan fenomena relasi kuasa, yakni seorang ayah tega melakukan pelecehan seksual kepada anaknya sendiri, dengan modus memeriksa tubuh korban setiap sehabis pulang sekolah dengan alasanya takut terdapat luka pada tubuh anak.
“korban ini sebenarnya sudah paham ya mas, dia ini merasa tidak nyaman diperlakukan seperti itu (dilecehkan,red). Kenapa paham, karena anak ini kan sudah mulai bercerita kepada wali kelasnya, sehingga akhirnya diketahui bahwa korban mendapatkan tindak pelecehan seksual,” bebernya.
Dikesempatan yang sama, Kepala UPTD PPA, Siti Hajerah membenarkan bahwa beberapa kasus yang telah ditangani oleh pihaknya, rata-rata dilakukan oleh orang terdekat.
“Ada juga yang kasus itu, teman dekat ayah korban, ada juga yang memang ayah kandung sendiri. Sebetulnya kejadian ini telah menjadi fenomena ya. Saya berharap, kita semua untuk saling mengingatkan dan juga agar dapat meningkatkan keimanan lagi,” pungkasnya (Adv/Red/SK5)