SANGATTA (30/12-2017)
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim, Bahrani Hasanal, berharap 2 pasien yang dirawat dalam ruang isolasi di RSU Kudungga Sangatta Utara, tidak posifif penderita difteri. Jika positif, pemkab harus mengeluarkan biaya besar untuk melakukan pencegahan penyebaran bakteri bakteri Corynebacterium diphtheria.
Kepada Suara Kutim.com, mantan Direktur RSU Kudungga Sangatta ini mengaku sempat ragu dengan penyakit yang diderita ibu dan anak, sayangnya penelitian memerklukan waktu lama. “Jika positif difteri, perlakuannya khusus selain itu pemkab melalui bupati menyatakan kejadian luar biasa (KLB) yang artinya perlu penanganan khusus serta biaya tak sedikit,” ungkap Bahrani seraya khawatir dengan kondisi keuangan Pemkab saat ini.
Diungkapkan, dana besar dibutuhkan untuk membeli vaksinasi anti difteri atau vaksin DPT dalam jumlah besar, ditambah biaya operasional lainnya termasuk pengerahan massa dalam jumlah besar karena dalam penanganan kasus difteri perlakukannya sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP) penanganan difteri seperti memberlakukan Outbreak Response Immunization (ORI) atau vaksinasi massal defteri kepada masyarakat.
“Cakupan ORI itu berdasarkan evaluasi, apakah lingkungan RT atau Desa atau bagaimana. Selain itu, perlakuannya tidak jauh berbeda dengan pemnerian vaksin hepatitis. Setiap warga akan diberikan suntik ORI dan wajib diulang beberapa bulan kemudian,” bebernya seraya berulang kali 2 warga Sangatta yang dirawat di RSU Kudungga tidak positif difteri.
Seperti diberitakan, dua warga Sangatta Utara, kini mendapat perawatan khusus di RSU Kudungga Sangatta Utara. Keduanya diduga terkena infeksi bakteri difteri, namun masih dalam observasi.
Pasien yang berusia 30 tahun dan 8 tahun ini, terang Direktur RSU Kudungga, Anik Istiyandari kini mendapat perawatan khusus sesuai standar WHO. “Kini pasien dirawat dalam kamar khusus dan tidak bisa dijenguk bebas, semua dalam pengawasan ketat,” terangnya Kamis lalu. (SK2/SK3/SK12)