Salah satu tambang di Kutim |
SANGATTA,Suara Kutim.com
Sekitar empat puluh persen dari 158 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kutai Timur (Timur) belum menyelesaikan kewajibannya kepada negara, sehingga diduga negara mengalami kerugian dalam jumlah besar.
Keterangan yang dihimpun Suara Kutim.com, penyebab belum banyaknya pemegang IUP membayar iuran karena pemilik berada di luar daerah terbanyak di Jakarta. “Kami sudah berkali-kali menyurati tetapi belum ada tanggapan, ketika didatangi kantornya ternyata sudah tidak ada aktifitas apapun karena kantornya yang tertera sebelumnya hanya kantor sementara,” aku seorang pegawai Distamben Kutim, belum lama ini.
Hal itu diakui Kepala Dinas Pertambangan dan Energy, Wijaya Rahman. Menurutnya, pemegang IUP yang sudah menbayar hanya 25 perusahaan dari 158 perusahaan yang ada. Wijaya menambahkan, membayar IUP merupakan salah satu kewajiban sama dengan biaya reklamasi dan penutupan tambang. “Karena banyaknya pemegang IUP belum menuntaskan kewajibannya, belum lama ini kami telah melakukan Rakor dengan mengundang semua pemegang IUP,” jelasnya seraya berharap setelah mengikuti Rakor kesadaran pemegang IUP meningkat.
Disinggung tentang rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikabarkan pernah meminta sejumlah data di Kantor Distamben termasuk meninjau areal tambang yang berkaitan dengan TPPU Anas Urbaningrum, ia membenarkan. “Soal rekomendasi KPK disampaikan saat berlangsung Rakor di Samarinda, dimana KPK menekankan agar persoalan IUP dan sebagainya yang dapat merugikan negara segera dituntaskan sesuai aturan,” sebut Wijaya Rahman.
Menyinggung hasil Rakor, ditegaskan tetap akan meminta pemegang IUP segera menuntaskan kewajibannya kepada negara meski belum ada aktifitas apapun. “Jika sampai tidak dilakukan, tentu kelak akan berurusan dengan aparat hukum seperti kejaksaan yang bisa melakukan penagihan paksa,” beber Wijaya.(SK-02)