SANGATTA,Suara Kutim.com
Kasus buaya menerkam manusia ternyata tidak bisa dianggap remeh, menurut Kepala Pos Polisi Air (Kapos Polair) Sangatta Brigadir Kepala (Bripka) Joko Iswanto, kasus serangan buaya terhadap manusia di Kutim hampir tiap minggu baik kepada anak-anak maupun orang dewasa seperti di Bengalon, Sandaran serta Sangatta.
Disela-sela mendampingi kunjungan Komisi III DPRD Kutim ke Pelabuhan Kenyamukan, belum lama ini, Bripka Joko Iswanto menyatakan kasus manusia diterkam buaya bisa mengalahkan kasus lalulintas. “Setiap bulan kasus yang ditangani pihak Polair terkadang diatas empat kasus,” ungkapnya.
Joko berharap Pemkab bersama DPRD Kutim dan pihak lain bersikap untuk mencegah terjadinya “konflik” antara buaya dengan manusia termasuk ternak masyarakat. Ia menyarankan, pemerintah didukung masyarakat bisa merelokasi dengan melakukan penangkapan dan membuat penakaran buaya. “Jika ada penakaran sehingga buaya-buaya raksasa yang ada banyak di sepanjang Sungai Kenyamukan, Sangatta, Sandaran dan Bengalon ini tetap terjaga habitatnya namun tidak bersinggungan dengan masyarakat,” imbuhnya.
Kasus buaya menerkam manusia kerap terjadi selama tahun 2014 seperti Sungai Sangatta yang menewaskan Delahayani. Kabarnya, di Sungai Sangatta diperkirakan ada ribuan ekor buaya, demikian di Sungai Bengalon namun di Sungai Sandaran dan Karangan jauh lebih banyak.
Di Kenyamukan sendiri pernah ditangkap buaya muara berbobot lebih dari 400 kg dengan panjang hampir 5 meter. Namun, buaya dari Sandaran yang sempat menerkam manusia disebut-sebut lebih besar dari buaya yang ditangkap Arbain – seorang pawang di Sangatta. “Kalau dari seribu ekor itu terdapat empat ratus ekor betina, kemudian menetaskan enam puluh telur setiap musim kawin otomatis terdapat dua puluh empat ribu ekor anak buaya muara,” terang Aspi – seorang dosen di Unmul Samarinda.
Kasus buaya muara menerkam manusia kali pertama terjadi di Sungai Kenyamukan, pada tahun 2003 lalu. Semenjak itu, warga Kenyamukan selalu dihantui serangan buaya. Untuk mengingatkan warga akan peristiwa yang menggemparkan Indonesia itu, sang monster diawetkan dan kini menjadi penghuni museum kayu di Tenggarong.(SK-03)