
Kaget dan Haru Melihat Areal Jamarat Aqabah Lengang
JARAK Arafah – Musdalifah dan Min tergolong pendek, namun tetap memerlukan stamina prima terlebih bagi yang sudah berusia lanjut. Karenanya, kalangan jamaah yang berusia lanjut memilih ikut bus, meski perjalananya lama namun bisa tidur menggantikan waktu tidur selama di Arafah.

Bagi jamaah yang sudah berusia lanjut, menuju Musdalifah perlu kesabaran berbeda dengan yang muda dan terbiasa berolahraga tentu jarak 9 Km dilahap dengan mudah, terlebih jalannya datar. Sejumah jamaah dari Afrika mereka umumnya jalan kaki menuju Musdalifah, demikian Turki dan India.
Bahkan sejumlah jamaah yang menggunakan sepeda khusus karena keterbatasan dengan santai melaju di ruas jalan yang lebarnya sama dengan run way lapangan terbang internasional. Yang menyenangkan, saat menelusuri jalan yang penuh dengan jamaah haji ini, kita bisa mengenal jamaah haji dari negara lain termasuk dengan warga negara Indonesia yang sedang bekerja di beberapa negara.
Perjalanan penuh gembira ini, tak terasa mencapai tujuannya yakni Musdalifah dimana terdapat jutaan jamaah sedang mabit baik duduk santai atau tidur. Tepat pukul 02.00 dini hari, semua jamaah mulai bergerak menuju Jamaraat Aqabah yang berjarak sekitar 5 Km dari Musdalifah.
Kalau perjalanan dari Arafah ke Musdalifah seperti berjalan di ruas tol, dimana kiri kanan terlihat ratusan bus sedang bergerak pelan membawa jamaah haji, sementara rute – Jamarat Aqabah (Mina,red) yang terlihat adalah tenda-tenda jamaah haji baik haji plus dan tamu kehormatan.
Sepanjang jalan menuju Jamarat Aqabah, terdapat sejumlah aparat keamanan Arab Saudi berjaga-jaga. Mendekati arena melontar, petugas yang berjaga semakin banyak dan jaraknya. Dari beberapa yang bertugas ada yang membawa alat penyemprot air, setiap jamaah selalu disemprot sehingga membuat jamaah senang.
Namun sejumlah jamaah dari negara tertentu tidak lepas dari pemeriksaan, sejumlah barang yang kerap dilemparkan pada saat melontar jamarat langsung diamankan. Sementara jamaah dari Indonesia, tidak satupun diperiksa.
Sayangnya di jalur ke Jamarat Aqabah ini, jamaah tidak diperkenankan untuk berisitarahat di tepi jalan terlebih saat padat, karenanya kebanyakan jamaah memilih kamar kecil tempat istirahat dengan cara berpura-pura buang air kecil atau besar.
Melihat banyaknya jamaah yang datang untuk melontar Jamarat Aqabah, sayapun sempat was-was karena khawatir dengan peristiwa yang pernah terjadi. Namun, berkat ketatnya pengamanan sehingga tak satupun jamaah diperkenankan usai melontar kembali melawan arus.
Namun, ketika memasuki areal Jamarat Aqabah, saya sempat terpana dan menangis haru pasalnya apa yang saya takut tak terjadi. Keadaan sekitar jamarat benar-benar lengang jauh dari apa yang dibayangkan selama ini, bahkan saya dan jamaah lainya benar-benar leluasa untuk melontar. Saya benar-benar bersyukur, cape yang mendera selama perjalanan sirna begitu saja.
Tidak saja melontar jamarat, jamaah termasuk saya bahkan sempat berfoto sebagai kenang-kenangan. Setelah puas berada di Jamarat Aqabah, sayapun meneruskan perjalanan dan tepat berada di lantai dasar,adzan subuhpu berkumandang di Masjidil Haram sehingga saya dan jamaah lainnya segera membuat shaf melakukan shalat subuh berjamaah.(syafranuddin/bersambung)