Beranda ekonomi Catatan Perjalanan Haji (32)

Catatan Perjalanan Haji (32)

0

Loading

Barat Barang Lebih, Terpaksa Baju Berlapis

Salah satu toko di Samarinda yang sudah menjual sejumlah oleh-oleh dari Arab Saudi termasuk air zam-zam.

SELAIN karena sebagai jamaah terbanyak, jamaah haji Indonesia dikenal sebagai jamaah yang hobi berbelanja terutama oleh-oleh untuk keluarga di tanah air. Meski barang belanjaan yang dibeli sudah bergeser ke hal yang simple dan ringan, namun jumlahnya boleh dikata banyak.

                Akibatnya banyak jamaah haji kelimpungan ketika koper ditimbang, pasalnya berat yang diberikan pihak penerbangan baik Garuda Indonesia maupun Saudi Arabia, sama-sama 32 Kg ditambag tas tenteng maksimal 7 Kg.

Beratnya rangkaian ibadah haji yang hanya sekali dalam seumur hidup, hendaknya menjadi pertimbangan keluarga untuk tidak membebani mereka dengan oleh-oleh kecuali doa agar bisa berangkat haji juga.

                Bagi jamaah yang diterbangkan menggunakan Garuda Indonesia, umumnya masih ada tolerasi sehingga barang tak ditimbang dan diperiksa sedetail mungkin kecuali air zam-zam benar-benar dilarang dibawa terlebih dimasukan dalam koper.

                Namun bagi penerbangan Saudi Arabia – sama sekali tidak ada toleransi apa-apapun bahkan jika dalam satu kloter ditemukan 10 koper bermasalah baik kelebihan berat atau ada air zam-zam, mereka tidak mau ribet semua barang jamaah ditinggal terlebih jika mendekati waktu take off.

                Banyaknya jamaah harus membawa barang oleh-oleh pengamatan saya ternyata mereka telah terbebani pesanan keluarga sebelum berangkat. “Wah, kasian juga mas mereka sudah titip minta dibelikan ini meski sudah ada di Indonesia, katanya biar ketularan bisa naik haji juga kalau yang dibeli Makkah,” terang seorang jamaah wanita seraya memperlihatkan sajadah yang menurut hemat saya banyak dijual di Indonesia.

                Bahkan beberapa jamaah lainnya setiap hari sibuk membawa catatan berupa oleh-oleh yang harus ia beli, sebelum pulang ke tanah air. Bahkan karena banyaknya daftar belanjaan yang harus dicari, jamaah tadi terpaksa harus melaksanakan shalat di hotel bukan di Masjidil Haram yang mempunyai nilai pahala 100 ribu lebih banyak dari masjid lain terkecuali Masjid Nabawi di Madinah.

                Banyaknya pesanan keluarga tentu saja menjadi  beban moril jamaah, bagi jamaah yang punya uang banyak tentu semua dikirim melalui jasa pengiriman meski harganya mahal. Sementara yang mengandalkan quota bagasi mau tidak mau dibuat ribet, bahkan ada jamaah yang terpaksa harus mengenakan baju beberapa lapis agar bisa lolos dari pemeriksaan.

                Membawa oleh-oleh seperti kurma, sajadah, kacang arab atau pakaian serta mainan memang tidak dilarang sepanjang masih dalam quota berat barang yang diperkenankan. Namun sangat disayangkan jika akibat “pesanan” ini kegiatan utama jamaah terganggu, celakanya apa yang dibeli terpaksa harus ditinggal karena tidak ada toleransi atau pembayaran akibat  kelebihan barang. “Semua kelebihan barang waib dikurangi, tidak ada pembayaran biaya tambahan apapun. Kalau sudah kelebihan, mau tidak mau barang yang ada dibuka dan isinya dikeluarkan untuk ditimbang sesuai berat yang diijinkan,” terang sejumlah petugas di Bandara King Abdul Azis Jeddah.

               Ketegasan aparat di Bandara King Abdul Azis Jeddah dan Madinah kadangkala sempat membuat ketegangan antara jamaah yang baru saja menunaikan ibadah haji – suatu ibadah yang harus dijaga kesuciannya hingga akhir hayat dengan predikat Haji Mabrur. Karenanya, kerabat yang ditinggal hendaknya jangan membebani dengan pesanan yang kadangkal membuat jamaah lupa akan tujuan utama berhaji yakni beribadah sebanyak-banyaknya di tempat suci, dan berdoa sebanyaknya-banyaknya bagi kerabat agar bisa menunaikan ibadah haji juga.(syafranuddin/bersambung)