Melaksanakan Ibadah Haji Harus Punya Strategi, Jika Tidak Energi Terkuras Habis
IBARAT perang, melaksanakan ibadah haji harus punya strategi jika tidak jamaah akan kesulitan. Strategi itu bermacam-macam mulai mengantur waktu pergi dan pulang shalat, terlebih di Masjidil Haram yang jarak pemondokan jamaah haji Indonesia umumnya lumayan jauh.
Alhamdulillah, jamah haji Kutim tahun 2018, mendapat pemondokan di kawasan Aziziah yang berjarak sekitar 4 Km dari Masjidil Haram. Untuk ke Masjidil Haram, jamaah dari pemondokan menggunakan bus shalawat yang disediakan pemerintah, namun sebelum sampai di Masjidil Haram transit terlebih dahulu di Terminal Jamaraat untuk ganti bus dan bergabung dengan jamaah dari berbagai negara. Untuk mendapatkan bus dari terminal transit ini, tentu harus cepat-cepatan pasalnya hanya dalam hitungan detik, bus sudah penuh sesak maklum yang menggunakan tidak hanya jamaah dari Indonesia, tetapi sejumlah negara seperti India dan Cina serta Turki yang badan mereka besar-besar.
Tidak heran saat berebutan masuk bus ini, ada saja masalah sehingga terjadi keributan meski tak lama. Keributan umumnya karena ada jamaah yang terpisah atau terjepit pintu, sementara bahasa tak nyambung.
Dengan kondisi jarak yang jauh ini, tentu untuk pergi shalat harus beberapa jam sebelum waktu shalat. Selain tidak ada lagi bus yang melayani, untuk bisa masuk dalam Masjidil Haram juga sulit. Karenanya, kebanyakan jamaah sejak shalat asar bertahan hingga isya.
Karena waktu yang lama, jamaah bisa saja meluangkan waktu jalan-jalan sekitar Masjidil Haram yang umumnya terdapat mall besar. Di gedung megah ini, terdapat sejumlah restoran karenanya jangan takut kelaparan. Namun jika memesan makanan sebaiknya satu menu, karena paket yang dijual ukuran jumbo dan untuk sebagian orang Indonesia, bisa dimakan berempat itupun masih tidak habis.
Nah bagi jamaah yang enggan jalan-jalan, sebaiknya bawa kurma atau cokelat karena hanya dua jenis cemilan bisa dibawa masuk ke dalam Masjidil Haram, sedangkan makanan lain dilarang. Untuk minum jangan khawatir karena tersedia ribuan tong air zam-zam plus gelasnya.
Seraya menanti waktu shalat magrib, umumnya jamaah mengaji atau duduk sekedar melepas lelah namun ada juga yang tidur meski hanya beralaskan sejadah. Selain itu, ada juga melakukan tawaf, namun yang kerap menjadi kendala yakni ketika mau buang air atau wudhu batal karena buang angin. Hal ini membuat jamaah mau tidak mau harus keluar ke pelantaran Masjidil Haram untuk wudhu, karena itu kebanyakan jamaah baru makan malam setelah shalat Isya berusaha sekuat tenaga untuk tidak buang angin, tentu harapan untuk mendapatkan kemudahan itu berdoa kepada Allah SWT.(bersambung)