KAWAN jika kalian telah sampai ke Desa Kesunge yang dekat Kecamatan, milirlah ke hulunya, kawan akan bertemu dengan Desa tempat tinggalku bernama Desa Rantau Buta. Unik ya namanya, Rantau Buta. Kawan pasti bertanya, apa arti Rantau Buta.
Dahulu sebelum ada jalan darat menuju ke Desaku ataupun ke Desa Rantau Layung di hulunya lagi, hanya dapat ditempuh dengan menggunakan perahu. Ya karena belum ada jalan tembus ke desaku, satu-satunya transportasi yang bisa digunakan hanyalah perahu.
Ingatanku masih kental, sungai di desaku sangatlah jernih kala itu. Ikan yang berenang dapat terlihat tanpa penghalang. Dan ikan di desaku serasa tak pernah habis sekalipun kami tangkap sebagai lauk sehari-hari, tak lain karena taatnya kami pada aturan adat.
Di desaku ada aturan adat turun temurun agar penduduk desa cukup menangkap ikan hanya 2 ekor setiap hari. Tetua adat pak Semok dari Desa Rantau Layung yang mengajarkan ini kepada kami, agar kami taat pada tradisi adat kami.
Uniknya kala itu, jika air sungai surut, perahupun tak dapat melewatinya, kami pun menggotong perahu, menuntunnya hingga menemukan permukaan sungai yang bisa dilewati perahu kembali.
Ahya kawan, aku hampir lupa, kawan ingin tahu arti Desa Rantau Buta, bukan? Begini, “rantau” itu artinya bagian sungai yang lurus memanjang, sedangkan, “buta” menggambarkan daerah yang pada waktu itu sangat rimbun hutannya. yah jika dibandingkan dengan Desa Rantau Layung, desaku memang masih berhutan lebat atau terkenal dengan sebutan buta. (bersambung/Inni Indarpuri – Kasubag Publikasi Biro Humas Setda Provinsi Kaltim)