Beranda ekonomi Daya Beli Turun, Dirasakan Deden Pedagang Tahu Kuning Cinta

Daya Beli Turun, Dirasakan Deden Pedagang Tahu Kuning Cinta

0
Deden Ruslan (49) saat membuat tahu kuning miliknya yang berlabel lambang "love"

Loading

MENURUNYA daya beli masyarakat Sangatta, ternyata berdampak terhadap perajin tahu. Ini dirasakan Deden Ruslan (49) warga Desa Desa Singa Geweh Kecamatan Sangatta Selatan. Perajin tahu asal Jawa Barat yang sudah lama bermukim di Sangatta Selatan ini, meyebutkan omsetnya dalam beberapa bulan terakhir turun hingga 50 persen. “Entah apa penyebabnya, hanya saja terjadi penurunan dalam  beberapa bulan terakhir sementara harga jual tetap,” terang pembuat tahu kuning berlambangkan cinta ini.

Istri Deden Ruslan yang ikut membantu membuat tahu seperti membuat bumbu dan warna yang kesemuanya dari bahan dapur yang alami.

            Disambangi Suara Kutim.com di pabriknya bernama Boga Rasa  yang terletak di Jalan Santai Sangatta Selatan, Deden yang hanya memproduksi tahu kuning ini, mengaku sempat mempekerjakan 3 orang untuk memenuhi pelangganya. Namun, semenjak omzet menurun, ia mau tidak mau mengurangi. “Kini saya sendiri, dibantu istri, dulu sampai tiga orang kami bekerja,” terangnya.

            Seraya menyaring kedelai dan memeriksa air panas dalam ketel, Deden terus mengolah tahu kuningnya yang akan dipasarkan sore hari. Kedelai asal Amerika yang ia beli seharga Rp420 ribu per karung, diakui Deden mampu menghasilkan ratusan potong tahu.

            Pengamatan Suara Kutim.com ketika bertandang ke pabrik tahu Kang Deden belum lama ini, proses pembuatannya sederhana bahkan tak ada satupun bahan kimia. Kedelai yang sudah direndam dan bersih, langsung dimasukan kedalam mesin penggiling. Untuk aroma dan ada cita rasanya, sejumlah bumbu dapur dimasukan seperti bawang putih, sementara untuk warna kuning ia menggunakan bahan alami bukan pewarna. “Dulu sehari bisa menghabiskan   hingga empat ratus kilogram kedelai karena permintaan tahu kuning tinggi,  belakangan hanya seratus hingga dua ratus kilogram sementara membuat tahu, prosesnya paling lama lima jam,” beber Deden.

            Meski terjadi penurunan dratis, Deden mengaku terus bertahan untuk membuat tahu kuning. Agar bisa bertahan, ia sementara bekerja seorang diri termasuk memasarkan ke pelanggan di Pasar Sangatta Selatan. “Kalu memperkejakan orang lain, mungkin sulit juga saya karena penghasilan kurang jadi saat ini bertahan dengan apa adanya yang penting saya dan ibu sehat, bisa kerja dan ada penghasilan untuk keluarga,” sebutnya seraya menyaring sari kedelai sebelum dituang ke cetakan tahu yang sudah terdapat lambang cinta.(IVAN)