SANGATTA (8/9-2019)
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Timur (Kutim) berusaha menurunkan angka mikrofilaria di bawah satu persen pada tahun 2020 dengan cara membuat posko pengobatan di tiap RT hingga pelosok terutama Muara Bengkal yang dianggap endemik penyakit kaki gaja.
Dinkes Kutim, terang Kadis Kesehatan Kutim, Bahrani Hasanal, melakukan pemberian obat massal di seluruh kecamatan. Pengobatan massal ini, terangnya, telah dilakukan selama tiga tahun berturut-turut dalam pengobatan dalam jangka lima tahun. “Sebab jika tidak, maka pemberian obat akan kembali ditambah hingga dua tahun atau jadi tujuh tahun,” terangnya.
Bersama Kabid Pemberantasan dan Pencegahan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinskes Kutim M Yusuf, diseburkan angka microfilaria yang masih di atas 1 persen namun sesuai Kepmenkes daerah harus melakukan pemberian obat massal filariasis sebagai antisipasi penyebaran penyakit kaki gajah selama lima tahun. “Jika itu belum cukup, maka akan diperpanjang hingga dua tahun lagi. Kami berharap dalam lima tahun, Kutim sudah bisa memenuhi target,” timpal Yusuf.
Bahrani menyebutkan Muara Bengkal, kasus kakai gajah sangat tinggi bahkan pernah dilakukan uji cobah ternyata bahwa dalam perut nyamuk sekalipun itu bisa ditemukan cacing filaria. Karena itu, ujar Bahrani, angka penderita kaki gaja di Muara Bengkal, tinggi.
Menanggapi rencana Dinkes, Camat Busang Impung Anyeq mengaku siap dirikan posko tiap RT untuk posko pengobatan massal kaki gajah atau filariasis yang akan dilakukan serentak pada bulan Oktober 2019. “Kami siap membuat Posko tiap RT, untuk pemberian obat. Karena toh, nantinya akan dibantu juga dari bagian kesehatan,” kata Impung Anyeq.
Impung mengakui di Busang tidak ditemukan penyakit filariasis atau kaki gaja, namun sesuai program Dinkes pada bulan Oktober mendatang pihaknya akan mulai mendirikan Posko setiap RT untuk minum obat faliariasis agar angka mikrofilariasis Kutim bisa ditekan di bawah satu persen. (SK2)