Samarinda – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kalimantan Timur mengkritik tajam Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) APBD 2024 yang mencapai Rp2,59 triliun. Dalam Rapat Paripurna ke-19, Selasa (17/6/2025), Juru Bicara Fraksi PKB, Sulasih, menilai tingginya SiLPA merupakan indikator lemahnya perencanaan program kerja di banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Kami mengapresiasi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang kembali diraih Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dari BPK. Namun, kami juga menilai bahwa pencapaian administratif ini harus diiringi oleh kualitas belanja dan perencanaan program yang benar-benar berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya di hadapan Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud dan Gubernur Rudy Mas’ud yang hadir dalam sidang.
Realisasi pendapatan daerah tahun 2024 mencapai Rp22,08 triliun atau 104,07 persen dari target, sementara belanja daerah baru terealisasi 92,19 persen dari alokasi Rp22,19 triliun. Pembiayaan daerah juga ditopang SiLPA 2023 sebesar Rp976,5 miliar.
Sulasih menegaskan bahwa anggaran yang tidak terserap menghambat layanan publik dan memperlambat pemerataan pembangunan.
“Anggaran yang tidak terserap justru menghambat kebutuhan masyarakat. Pembangunan harus berjalan, bukan hanya dirancang,” tegasnya.
Fraksi PKB juga menyoroti temuan BPK RI yang meningkat dari 21 menjadi 27, termasuk pengelolaan pajak kendaraan yang belum akurat, kelebihan pembayaran proyek fisik, serta penyaluran beasiswa dan bansos yang masih lemah dalam verifikasi. PKB mendorong agar seluruh rekomendasi BPK segera ditindaklanjuti dengan rencana aksi konkret.
Di bidang pendidikan, Sulasih menyoroti minimnya sarana dan prasarana, serta perlunya pendataan ulang jumlah SMA/SMK per kecamatan. Dalam pertanian, kelangkaan pupuk subsidi disebut sebagai ancaman serius terhadap kemandirian pangan.
“Kelangkaan pupuk menyebabkan harga melonjak dan menyulitkan petani. Ini harus jadi perhatian bersama,” ujarnya.
Dalam sektor lingkungan, Fraksi PKB menilai indeks kualitas lingkungan hidup yang tinggi tidak mencerminkan kondisi faktual di lapangan. Masih maraknya banjir dan tambang ilegal menunjukkan lemahnya pengawasan.
“Banjir dan tambang ilegal adalah bukti lemahnya pengawasan. Pemerintah harus bertindak tegas,” katanya.
Tak hanya itu, Fraksi PKB juga menyayangkan belanja modal Rp416 miliar yang belum terserap, serta 110 desa di Kaltim yang belum teraliri listrik.
“Ini ironis, apalagi Kaltim adalah penghasil batu bara. Kita bicara digitalisasi, tapi masih banyak desa tanpa listrik,” sindir Sulasih.
Ia pun menekankan pentingnya sinkronisasi program WiFi gratis desa dengan program elektrifikasi secara menyeluruh, serta desentralisasi informasi program OPD agar masyarakat bisa cepat mengakses layanan.
“Pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Karenanya, seluruh proses harus berdampak nyata bagi masyarakat,” pungkasnya. (ADV).